A.
LATAR BELAKANG TANAM PAKSA
Kebijakan Van Den Bosch, cultur stelsel atau tanam
paksa dilatar belakangi oleh beberapa hal di bawah ini:
1. Di Eropa, Belanda terlibat dalam
peperangan-peperangan pada masa kejayaan Napoleon sehingga menghabiskan dana
yang besar.
2. Terjadinya Perang Kemerdekaan Belgia
yang diakhiri dengan pemisahan Belgia dari Belanda pada tahun 1830.
3. Terjadinya perang Diponegoro (1825-1830) yang merupakan
perlawanan rakyat jajahan termahal bagi Belanda. Perang Diponegoro menghabiskan biaya sekitar 20.000.000 gulden.
perlawanan rakyat jajahan termahal bagi Belanda. Perang Diponegoro menghabiskan biaya sekitar 20.000.000 gulden.
4. Kas negara Belanda kosong dan utang
yang ditanggung Belanda cukup berat.
5. Jatuhnya harga kopi dalam
perdagangan Eropa, dimana kopi merupakan produk ekspor andalan pendapatan utama
bagi Belanda.
6. Kegagalan usaha mempraktikan gagasan
liberal (1816-1830) dalam mengeksploitasi tanah jajahan untuk memberikan
keuntungan yang besar terhadap negara induk.
7. Adanya persaingan dagang
Internasional, salah satunya dengan Inggris dan ditambah lagi dengan berdirinya Singapura tahun 1819 yang menyebabkan
peranan Batavia dalam perdagangan semakin kecil di kawasan Asia Tenggara.
Selama
Perang Jawa (Perang Diponegoro) berlangsung, pihak Belanda sibuk memikirkan
berbagai rencana mengenai Jawa. Sebab bagi Belanda kedudukan dan keuntungan
Jawa sangat esensial, tidak hanya harus mampu menutupi berbagai biaya posisi keuangan di negara Belanda yang
relatif sangat buruk. Pada tahun 1829, Johannes van den Bosch menyampaikan
kepada raja Wilhelm V sebuah usulan konsep untuk menjadikan daerah koloni itu
menguntungkan bagi negara induk.
Usulan ini
diterima raja Wilhelm V untuk segera diterapkan di Hindia Belanda, yang
kemudian terkenal dengan Culturstelsel Istilah Cultuur Stelsel
sebenarnya berarti sistem tanaman terjemahannya dalam bahasa Inggris adalah Culture
System atau Cultivation System .Lebih tepat lagi kalau di
terjemahkan menjadi System of Gouverment Controlled Agricultures
karena pengertian dari Cultuur Stelsel sebenarnya adalah :”kewajiban kepada
rakyat (Indonesia) untuk menanam tanaman ekspor yang laku dijual di Eropa”,
rakyat menterjemahkan denganistilah Tanam Paksa. Selain mencetuskan Cultuur
Stelsel, Van Den Bosch juga menerapkan Politik “Batig Saldo”
yaitu politik yang menghendaki pemasukan uang sebanyak-banyaknya dan
melaksanakan pengeluaran sehemat-hematnya.
Untuk
keperluan Tanam Paksa , raja Wilhelm V mengirimkan Van Den Bosch ke Jawa
sebagai Gubernur Jenderal yang baru (1830-1833) dengan tugas utamanya adalah
mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dari negeri jajahan untuk mengisi kas
negara Belanda yang kosong dan untuk membayar hutang-hutang Belanda. Bukan
sebagai Komisi Jenderal seperti Elout, Buyskess, dan Van Der Capellen.
B.
KETENTUAN TANAM PAKSA
Ketentuan pokok Cultuur Stelsel terdapat
dalam Staatblad (lembaran negara) No. 22 Tahun 1834, dengan
ketentuan sebagai berikut :
1. Persetujuan-persetujuan akan diadakan dengan
penduduk agar mereka menyediakan sebagian dari tanahnya untuk penanaman tanaman
ekspor yang dapat dijual di pasaran Eropa
2. Tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk tujuan
tersebut tidak boleh melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki
penduduk desa.
3. Pekerjaan yang diperlukan untuk menanam tanaman
tersebut tidak boleh melebihi pekerjaan untuk menanam tanaman padi.
4. Tanah yang disediakan penduduk tersebut bebas dari
pajak.
5. Hasil dari tanaman tersebut diserahkan kepada
pemerintah Hindia Belanda. Jika harganya ditaksir melebihi pajak tanah yang
harus dibayar rakyat, kelebihan itu diberikan kepada penduduk
6. Kegagalan panen yang bukan karena kesalahan
petani akan menjadi tanggungan pemerintah.
7. Bagi yang tidak memiliki tanah akan dipekerjakan
pada perkebunan atau pabrik-pabrik milik pemerintah selama 65 hari setiap
tahun.
8. Pelaksanaan Tanam Paksa diserahkan kepada
pemimpin-pemimpin pribumi. Peagawai-pegawai Eropa bertindak sebagai pengawas
secara umum.
C.
PRAKTIK TANAM PAKSA
Ketentuan-ketentuan mengenai tanam paksa
ternyata hanya tertulis di atas kertas. Terdapat perbedaan besar antara
ketentuan yang sudah ditetapkan dengan keadaan sebenarnya di lapangan.
Penyimpangan-penyimpangan yang muncul antara lain:
1.
Perjanjian
tersebut seharusnya dilakukan dengan sukarela, tetapi dalam pelaksanannya
dilakukan dengan cara paksaan. Pemerintah kolonial memanfaatkan pejabat-pejabat
lokal seperti bupati dan kepala-kepala daerah untuk memaksa rakyat agar
menyerahkan tanah mereka.
2.
Di dalam
perjanjian, tanah yang digunakan untuk culturstelsel adalah seperlima
sawah, namun dalam prakteknya dijumpai lebih dari seperlima tanah, yaitu
sepertiga atau setengah sawah.
3.
Waktu untuk
bekerja untuk tanaman yang dikehendaki pemerintah Belanda, jauh melebihi waktu
yang telah ditentukan. Waktu yang ditentukan adalah 66 hari dalam setahun,
namun dalam pelaksanaannya adalah 200 sampai 225 hari dalam setahun.
4.
Kelebihan hasil
tidak dikembalikan kepada rakyat atau pemilik tanah, tetapi dipaksa untuk
dijual kepada pihak Belanda dengan harga yang sangat murah.
5.
Dengan adanya
sistem persen yang diberikan kepada para pejabat lokal, maka para pejabat itu
memaksa orang-orangnya supaya tanamannnya bisa menghasilkan lebih banyak.
6.
Tanaman
pemerintah harus didahulukan baru kemudian menanam tanaman mereka sendiri.
Kadang-kadang waktu untuk menanam tanamannya sendiri itu tinggal sedikit
sehingga hasilnya kurang maksimal.
7.
Kegagalan panen
tetap menjadi tanggung jawab para pemilik tanah.
Sistem tanam paksa ini agaknya menunjukkan
keberhasilan dalam perbaikan keuangan, ditunjukkan bahwa Jawa mampu
menghasilkan surplus meskipun dalam paksaan. Surplus ini hanya digunakan untuk
menopang pemerintahan Belanda di Jawa, upaya-upaya penaklukannya di daerah luar
Jawa, dan perekonomian dalam negara Belanda. Investasi yang utama adalah tenaga
kerja orang Jawa dan Sunda, sedangkan teknik-teknik pertanian maupun
administrasinya bersifat tradisional. Pihak Belanda berhasil memeras
perekonomian Jawa, sedangkan keuntungan-keutungan yang berarti yang
dikembalikan hanya kepada sekelompok kecil masyarakat pribumi
D.
SEBAB DILAKSANAKANNYA USAHA SWASTA DAN DIAKHIRINYA
TANAM PAKSA
Culturstelsel menghadapi berbagai masalah pada
tahun 1840, tanda-tanda penderitaan di kalangan orang Jawa dan Sunda mulai
tampak, khususnya di daerah-daerah penanaman tebu. Wabah-wabah penyakit
terjangkit pada tahun 1846-1849, dan kelaparan meluas di Jawa Tengah sekitar
tahun 1850. Sementara itu, pemerintah menetapkan kenaikan pajak tanah dan
pajak-pajak lainnya secara drastis. Akibatnya rakyat menjadi semakin menderita.
Upaya
menentang culturstelsel kini muncul
di Negeri Belanda. Pemerintah mulai menjadi bimbang apakah sistem itu masih
dapat dipertahankan lebih lama. Pada tahun 1848 untuk yang pertama kalinya
konstitusi liberal memberikan parlemen Belanda (State-generaal) peranan yang berpengaruh dalam urusan-urusan
penjajahan. Kepentingan-kepentingan kelas menengah Belanda menuntut diadakannya
perubahan. Mereka mendesak diadakannya suatu pembaharuan “liberal”: pengurangan
peranan pemerintah dalam perekonomian kolonial secara drastis, pembebasan
terhadap pembatasan-pembatasan perusahaan swasta di Jawa, dan diakhirinya kerja
paksa dan penindasan terhadap orang-orang Jawa dan Sunda.
Pada
tahun 1860 seorang mantan pejabat kolonial, Eduard Douwes Dekker menerbitkan sebuah
novel yang berjudul Max Havelaar
dengan nama samaran “Multatuli”. Dampak buku ini menjadi sebuah senjata yang
ampuh dalam menentang rezim penjajahan dari abad 19 di Jawa.
Selain
Douwes Dekker tokoh lainnya adalah Baron van Hoevel. Ia adalah seorang missionaris
yang pernah tinggal di Indonesia (1847). Dalam perjalanannya di Jawa, Madura
dan Bali, ia melihat penderitaan rakyat Indonesia akibat tanam paksa. Ia sering
melancarkan kecaman terhadap pelaksanaan tanam paksa. Setelah pulang ke Negeri
Belanda dan terpilih sebagai anggota parlemen, ia semakin gigih berjuang dan
menuntut agar tanam paksa dihapuskan.Baron Van Hoevell memprotes melalui gedung
parlemen di Belanda bahwa Tanam Paksa sebagai tindakan yang tidak manusiawi.
Kaum
pengusaha (Kapitalis) juga menghendaki sistem Tanam Paksa dihapuskan dan
diganti dengan prinsip-prinsip ekonomi liberal yang sedang berkembang. Sebagai
contoh buku karangan Fransen Van Der Futte yang berjudul Suiker Contracten
(Kontrak-kontrak Gula).
Dari
kalangan politikus, muncullah C. Th. Van Deventer,seorang anggota Raad Van
Indie, membuat tulisan berjudul Een Eereschuld, yang membeberkan
kemiskinan di tanah jajahan Hindia-Belanda. Tulisan ini dimuat dalam majalah De
Gids yang terbit tahun 1899. Van Deventer dalam bukunya berpendapat bahwa
jutaan gulden yang diterima oleh negara Belanda berdasarkan Sistem Tanam Paksa
dan oleh perusahaan-perusahaan Belanda sejak 1870 membuat Belanda memiliki
“utang kehormatan” kepada Indonesia, yaitu kewajiban untuk menaikan standar
kehidupan dan meningkatkan dan meningkatkan pembangunan ekonomi. Buku ini turut
mendorong munculnya Politik etis, tetapi hanya terjadi dua kali transfer dana
dari Belanda. Pada tahun 1905 ditransfer ƒ40 juta dengan syarat untuk digunakan
meningkatkan perekonomian orang Jawa dan Madura, sementara pada tahun 1936
ditransfer ƒ25 juta sebagai kompensasi bagi Hindia karena menjaga sebagian
pasarnya untuk Belanda selama masa Depresi.
Berkat
kritikan-kritikan tersebut, perlahan-lahan tanam paksa dihapuskan. Penghapusan
tersebut dilakukan secara bertahap seperti berikut
1.
Tanaman
lada dihapuskan tahun 1862.
2.
Tanaman
teh dihapuskan tahun 1865.
3.
Tanaman
tembakau dihapuskan tahun 1866.
4.
Tanaman
tebu dihapuskan tahun 1870.
5.
Tanaman
kopi di Priangan dihapuskan tahun 1917
Penghapusan
tanam paksa membuat adanya kebijakan baru yaitu Kebijakan Ekonomi Liberal /
Politik Pintu Terbuka / Sistem Usaha Swasta. Hal lain yang melatarbelakangi
adanya kebijakan tersebut adalah:
1. Berkembangnya paham liberalisme
sebagai akibat dari Revolusi Perancis dan Revolusi Industri sehingga sistem
tanam paksa tidak sesuai lagi untuk diteruskan.
2. Kemenangan Partai Liberal dalam
Parlemen Belanda yang mendesak Pemerintah Belanda menerapkan sistem ekonomi
liberal di negeri jajahannya (Indonesia). Hal itu dimaksudkan agar para
pengusaha Belanda sebagai pendukung Partai Liberal dapat menanamkan modalnya di
Indonesia.
3. Adanya Traktat Sumatera pada tahun
1871 yang memberikan kebebasan bagi Belanda untuk meluaskan wilayahnya ke Aceh.
Sebagai imbalannya Inggris meminta Belanda menerapkan sistem ekonomi liberal di
Indonesia agar pengusaha Inggris dapat mananamkan modalnya di Indonesia.
Pelaksanaan
politik ekonomi liberal itu dilandasi dengan beberapa peraturan, antara lain
sebagai berikut:
1.
Reglement
op het belied der regeriag in Nederlandsch-Indie (RR) (1854)
Berisi tentang tatacara pemerintahan
di Indonesia. Perundangan baru ini menunjukkan kekuatan kaum liberal-borjuis
terus berkembang. Pada tahun 1926, RR diganti dengan Wet op de Staatsinrichting
van Nederlandsch Indie yang biasa disingkat IS.
2.
Indische
Comptaviliteit Wet
(1867)
Berisi tentang perbendaharaan negara
Hindia-Belanda yang menyebutkan bahwa dalam menentukan anggaran belanja
Hindia-Belanda harus ditetapkan dengan undang-undang yang disetujui oleh
Parlement Belanda.
3.
Suiker
Wet
Undang-undang gula yang ditetapkan
dengan tujuan untuk memberikan kesempatan yang lebih luas kepada para pengusaha
swasta dalam perkebunan gula. Dalam undang-undang ini,ditetapkan sebagai
berikut :
a. Perusahaan-perusahaan gula milik
pemerintah akan dihapus secara bertahap.
b. Pada tahun 1891 semua perusaan gula
milik pemerintah harus sudah diambil alih oleh swasta.
4. AgrarischeWet ( Undang-undang Agraria 1870)
Merupakan
undang-undang agraria yang berlaku di Indonesia dari tahun 1870 sampai 1960
yang lahir akibat desakan dari pemodal besar swastadi negeri Belanda. Peraturan
ini dihapus dengan dikeluarkannya UUPA ( undang-undang pokok agraria ) tahun
1960 oleh pemerintah Republik Indonesia. Agrarische Wet tercantum dalam pasal
51 dari Indische Staatsregeling (IS) yang merupakan UUD Pemerintah
Hindia-Belanda. Menteri jajahan Belanda yang berjasa menciptakan Agrarische Wet
tersebut adalah de Waal.
5. Agrarische Besluit (1870)
Jika Agrarische
Wet ditetapkan dengan persetujuan parlemen, Agrarische Besluit ditetapkan
oleh raja Belanda. Agrarische Wet hanya mampu mengatur hal-hal yang bersifat
umum tentang agraria, sedangkan Agrarische Besluit mengatur hal-hal yang lebih
rinci, khususnya tentang hak-hak kepemilikan tanah dan jenis-jenis hak penyewaan
tanah oleh pihak swasta.
E.
ISI DAN MAKNA UU AGRARIA 1870
Dalam
UU Agraria dijelaskan bahwa :
1.
Gubernur
jenderal tidak diperbolehkan menjual tanah milik pemerintah. tanah itu dapat
disewakan paling lama 75 tahun.
2.
Tanah milik
pemerintah antara lain hutan yang belum dibuka, tanah yang berada di luar
wilayah milik desa dan penghuninya, dan tanah milik adat
3.
Tanah milik
penduduk antara lain semua sawah, ladang, dan sejenisnya yang dimiliki langsung
oleh penduduk desa. Tanah semacam ini boleh disewa oleh pengusaha swasta selama
5 tahun.
4.
Sisi Positif:
meningkatkan kehidupan ekonomi
5.
Rakyat Indonesia
diperkenalkan pada betapa pentingnya peran lalu lintas uang (modal) dalam
kehidupan ekonomi.
6.
Tumbuhnya
perkebunan-perkebunan besar meningkat jumlah produksi tanaman ekspor jauh
melebihi jumlah produksi semasa berlakunya sistem tanam paksa. ketika itu,
Indonesia menjadi penghasil kina nomor satu di dunia.
7.
Rakyat Indonesia
ikut merasakan manfaat sarana irigasi dan transportasi yg dibangun pemerintah
kolonial untuk perkebunan.
F.
LAHIRNYA KAPITALISME DAN IMPERIALISME MODERN
Kapitalisme modern muncul sejak
revolusi industri, kapitalis merupakan produsen dan sekaligus pedagang dan
distributor. Sebagai produsen mereka membutuhkan bahan mentah maupun bahan baku
untuk industri serta pasar. Mereka mendesak pemerintah untuk mencari tanah
jajahan guna memenuhi kebutuhan bahan mentah dan pasar tersebut sehingga
lahirlah Imperialisme Modern.
Kemudian sejak tahun 1870 di
Indonesia berkembang Imperialisme Modern, sebab :
1. Indonesia menjadi negeri pengambilan
bekal hidup.
2. Indonesia menjadi negeri pengambilan
bahan-bahan mentah untuk pabrik Eropa.
3. Menjadi negeri penjualan dari hasil
produksi.
4. Menjadi tempat penanaman modal
asing.
Imperialisme Modern (Modern
Imperialism) intinya adalah kemajuan ekonomi yang timbul sesudah
revolusi industri. Industri besar-besaran akibat revolusi industri
membutuhkan bahan mentah yang banyak dan pasar yang luas. Mereka mencari
jajahan untuk dijadikan sumber bahan mentah dan pasar bagi hasil-hasil
industri, di samping itu juga sebagai tempat penanaman modal bagi kapital
surplus. Bentuk imperialisme modern salah satunya dilakukan di bidang
ekonomi sehingga lazim disebut dengan imperialisme ekonomi.
Keinginan untuk menjadi jaya, menjadi bangsa yang terbesar di seluruh dunia (ambition, eerzucht), hasrat untuk menyebarkan agama atau ideology, semua itu dapat menimbulkan imperialisme. Namun pada awalnya modern adalah:
Keinginan untuk menjadi jaya, menjadi bangsa yang terbesar di seluruh dunia (ambition, eerzucht), hasrat untuk menyebarkan agama atau ideology, semua itu dapat menimbulkan imperialisme. Namun pada awalnya modern adalah:
1.
Keinginan
untuk mendapatkan kekayaan dari suatu negara
2.
Ingin
ikut dalam perdagangan dunia
3.
Ingin
menguasai perdagangan
4.
Keinginan
untuk menjamin suburnya industry, tujuannya bukan imperialisme, tetapi agama
ataupun ideologi.
Imperialisme di sini dapat timbul
sebagai "bij-product" atau hasil dari tujuan utama yaitu agama
ataupun ideologi tadi. Tetapi jika penyebaran agama itu didukung oleh
pemerintah negara, maka sering tujuan pertama terdesak dan merosot menjadi
alasan untuk membenarkan tindakan imperialisme.
Perbatasan suatu negara mempunyai arti yang sangat penting bagi politik negara. Pada bidang ekonomi. Sebab-sebab ekonomi yang merupakan penyebab terpenting dari timbulnya imperialisme, terutama sekali imperialism.
Perbatasan suatu negara mempunyai arti yang sangat penting bagi politik negara. Pada bidang ekonomi. Sebab-sebab ekonomi yang merupakan penyebab terpenting dari timbulnya imperialisme, terutama sekali imperialism.
G.
DAMPAK TANAM PAKSA DAN USAHA SWASTA
1.
Dampak tanam
paksa
Dampak dari terjadinya tanam paksa di Indonesia
dapat dikelompokkan dalam beberapa bidang yaitu :
a.
Dalam bidang
pertanian
Culture stelsel
menandai dimulainya penanaman tanaman komoditi pendatang di Indonesia secara
luas. Kopi dan teh, yang semula hanya ditanam untuk kepentingan keindahan taman
mulai dikembangkan secara luas. Tebu, yang merupakan tanaman asli, menjadi
populer pula setelah sebelumnya, pada masa VOC, perkebunan hanya berkisar pada
tanaman "tradisional" penghasil rempah-rempah seperti lada, pala, dan
cengkeh. Kepentingan peningkatan hasil dan kelaparan yang melanda Jawa akibat
merosotnya produksi beras meningkatkan kesadaran pemerintah koloni akan
perlunya penelitian untuk meningkatkan hasil komoditi pertanian, dan secara
umum peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pertanian. Walaupun demikian,
baru setelah pelaksanaan UU Agraria 1870 kegiatan penelitian pertanian
dilakukan secara serius.
b.
Dalam bidang
sosial
Dalam bidang pertanian,
khususnya dalam struktur agraris tidak mengakibatkan adanya perbedaan antara
majikan dan petani kecil penggarap sebagai budak, melainkan terjadinya
homogenitas sosial dan ekonomi yang berprinsip pada pemerataan dalam pembagian
tanah. Ikatan antara penduduk dan desanya semakin kuat hal ini malahan
menghambat perkembangan desa itu sendiri. Hal ini terjadi karena penduduk lebih
senang tinggal di desanya, mengakibatkan terjadinya keterbelakangan dan
kurangnya wawasan untuk perkembangan kehidupan penduduknya.
c.
Dalam bidang
ekonomi
Dengan adanya tanam
paksa tersebut menyebabkan pekerja mengenal sistem upah yang sebelumnya tidak
dikenal oleh penduduk, mereka lebih mengutamakan sistem kerjasama dan
gotongroyong terutama tampak di kota-kota pelabuhan maupun di pabrik-pabrik
gula. Dalam pelaksanaan tanam paksa, penduduk desa diharuskan menyerahkan
sebagian tanah pertaniannya untuk ditanami tanaman eksport, sehingga banyak
terjadi sewa menyewa tanah milik penduduk dengan pemerintah kolonial secara
paksa. Dengan demikian hasil produksi tanaman eksport bertambah, mengakibatkan
perkebunan-perkebunan swasta tergiur untuk ikut menguasai pertanian di
Indonesia di kemudian hari.
Akibat lain dari adanya
tanam paksa ini adalah timbulnya “kerja rodi” yaitu suatu kerja paksa bagi
penduduk tanpa diberi upah yang layak, menyebabkan bertambahnya kesengsaraan
bagi pekerja. Kerja rodi oleh pemerintah kolonial berupa
pembangunan-pembangunan seperti; jalan-jalan raya, jembatan, waduk, rumah-rumah
pesanggrahan untuk pegawai pemerintah kolonial, dan benteng-benteng untuk
tentara kolonial. Di samping itu, penduduk desa se tempat diwajibkan memelihara
dan mengurus gedung-gedung pemerintah, mengangkut surat-surat, barang-barang
dan sebagainya. Dengan demikian penduduk dikerahkan melakukan berbagai macam
pekerjaan untuk kepentingan pribadi pegawai-pegawai kolonial dan kepala-kepala
desa itu sendiri.
Pelaksanaan sistem
tanam paksa banyak menyimpang dari aturan pokoknya dan cenderung untuk
mengadakan eskploitasi agraris semaksimal mungkin. Oleh karena itu, sistem
tanam paksa menimbulkan akibat secara umum yaitu:
a.
Bagi Indonesia
1)
Sawah ladang
menjadi terbengkalai karena diwajibkan kerja rodi yang berkepanjangan sehingga
penghasilan menurun drastis
2)
Beban rakyat
semakin berat karena harus menyerahkan sebagian tanah dan hasil panennya,
membayar pajak, mengikuti kerja rodi, dan menanggung risiko apabila panen gagal
3)
Akibat
bermacam-macam beban, menimbulkan tekanan fisik dan mental yang berkepanjangan
4)
Timbulnya bahaya
kemiskinan yang makin berat
5)
Timbulnya bahaya
kelaparan dan wabah penyakit dimana-mana sehingga angka kematian meningkat
drastis. Bahaya kelaparan menimbulkan korban jiwa yang sangat mengerikan di
daerah Cirebon (1843), Demak (1849), dan Grobogan (1850). Kejadian ini
mengakibatkan jumlah penduduk menurun darstis. Disamping itu, juga terjadi
penyakit busung lapar (hongorudim) dimana-mana.
b.
Bagi Belanda
1)
Keuntungan dan
kemakmuran rakyat Belanda
2)
Hutang-hutang
Belanda terlunasi
3)
Penerimaan
pendapatan melebihi anggaran belanja
4)
Kas Negeri
Belanda yang semula kosong dapat terpenuhi
5)
Amsterdam
berhasil dibangun menjadi kota pusat perdagangan dunia dan perdagangan berkembang
pesat
Dampak Positif
Pelaksanaan Sistem Tanam Paksa
Pelaksanaan sistem
tanam paksa di Indonesia (1830-1870) bagi negeri Belanda telah mampu
menghapuskan utang-utang internasionalnya bahkan menjadikannya sebagai
pusat perdagangan dunia untuk komoditi tropis (Fauzi, 1999:31). Dari pernyataan
tersebut kita dapat mengetahui betapa pelaksanaan sistem tanam paksa di
Indonesia ini telah memberikan keuntungan yang melimpah bagi negeri Belanda,
namun tidak halnya bagi masyarakat Indonesia. Bagi masyarakat Indonesia, sistem
tanam paksa telah menimbulkan berbagai akibat pada masyarakat pedesaan utamanya
berkaitan dengan hak kepemilikan tanah dan ketenagakerjaan. Meskipun demikian,
pelaksaan sistem tanam paksa sedikit banyak juga telah memberikan nilai-nilai positif
bagi masyarakat di pedesaan.
Dalam tanam paksa,
jenis tanaman wajib yang diperintahkan untuk ditanam adalah kopi, tebu, dan
indigo. Dengan diperkenalkannya tanaman-tanamn ekspor ini maka masyarakat dapat
mengetahui tanaman apa saja yang bernilai jual tinggi di pasaran internasional.
Dengan bertambahnya pengetahuan masyarakat tradisional tentang tanaman ekspor,
maka tentunya etos kerja masyarakat akan mengalami peningkatan.
Sistem tanam paksa
dapat diibaratkan sebagai 1 keping uang logam, disatu sisi pelaksanannya telah
memunculkan satu kerugian bagi masyarakat pedesaan Indonesia, namun disisi lain
sistem tanam paksa juga memberikan dampak positif bagi masyarakat Indonesia.
Dampak positif dari sistem tanam paksa itu sendiri dapat dijabarkan sebagaimana
berikut:
a.
Belanda menyuruh
rakyat untuk menanam tanaman dagang yang bernilai jual untuk diekspor Belanda.
Dengan ini rakyat mulai mengenal tanamn ekspor seperti kopi, nila, lada, tebu.
b.
Diperkenalkannya
mata uang secara besar – besaran samapai lapisan terbawah masyarakat Jawa.
c.
Perluasan
jaringan jalan raya. Meskipun tujuannya bukan untuk menaikan taraf hidup
masyarakat Indonesia melainkan guna kepentingan pemerintah Belanda sendiri,
tetapi hal ini mencipatakan kegiatan ekonomi baru orang Jawa dan memungkinkan
pergerakan penduduk desa masuk ke dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan
uang.
d.
Berkembangnya
industrialisasi di pedesaan
2.
Dampak sistem
usaha swasta
Pelaksanaan
politik liberal membawa akibat sebagai berikut:
d.
Bagi
Belanda
1) Memberikan keuntungan yang sangat
besar kepada kaum swasta Belanda dan pemerintah kolonial Belanda
2) Hasil-hasil produksi perkebunan dan
pertambangan mengalir ke negeri Belanda
3) Negeri Belanda menjadi pusat perdagangan
hasil dari tanah jajahan.
e. Bagi Rakyat Indonesia
1) Sistem tanam paksa di Indonesia
dihapuskan.
2) Modal swasta asing mulai masuk dan
ditanam di Indonesia.
3) Kemerosotan tingkat kesejahteraan
penduduk. Pendapatan penduduk Jawa pada awal abad ke-20 untuk setiap keluarga
dalam satu tahun sebesar 80 gulden. Dari jumlah tersebut masih dikurangi untuk
membayar pajak kepada pemerintah sebesar 16 gulden. Oleh karena itu, penduduk
hidup dalam kemiskinan.
4) Adanya krisis perkebunan pada tahun
1885 karena jatuhnya harga kopi dan gula berakibat buruk bagi penduduk.
5) Menurunnya konsumsi bahan makanan,
terutama beras, sementara pertumbuhan penduduk Jawa meningkat cukup pesat.
6) Menurunnya usaha kerajinan rakyat
karena kalah bersaing dengan banyaknya barang-barang impor dari Eropa.
7) Pengangkutan dengan gerobak menjadi
merosot penghasilannya setelah adanya angkutan dengan kereta api.
8) Rakyat menderita karena masih
diterapkannya kerja rodi dan adanya hukuman yang berat bagi yang melanggar
peraturan Poenate Sanctie.
9) Rakyat pedesaan mulai mengenal arti
pentingnya uang.
10) Hindia Belanda menjadi negara
produsen hasil-hasil perkebunan yang penting.
11) Pemerintah Hindia Belanda mulai
membangun proyek-proyek prasarana untuk mendukung dan memperlancar ekspor
hasil-hasil perkebunan dari Indonesia.
12) Terjadi perubahan kepemilikan tanah
dan tenaga kerja
13) Penduduk semakin bertambah,sedangkan
lahan pertanian semakin berkurang karena disewa untuk perkebunan. Akibatnya
timbul kelaparan dimana-mana.
H.
PELAJARAN YANG DAPAT DIPETIK UNTUK DITERAPKAN
SEHARI-HARI DARI TANAM PAKSA DAN USAHA SWASTA
Dari usaha-usaha yang telah dilakukan baik oleh
masyarakat Indonesia maupun penjajahnya dalam masa sistem tanam paksa ataupun
usaha swasta, berikut adalah beberapa hal yang bisa diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari:
1.
Kerja keras
2.
Sabar
3.
Cerdik
4.
Toleransi
5.
Tidak mudah
putus asa
6.
dll.
SUMBER
Buku cetak Sejarah Indonesia kelas XI,
KEMENDIKBUD
http://dechy-beudth.blogspot.com/2011/10/politik-pintu-terbuka-open-door-policy.html
http://pentagone911.blogspot.com/2013/05/imperialisme-modern-dan-mundurnya.html
http://sejarah.kompasiana.com/2012/04/01/sistem-tanam-paksa-451655.html
http://sejarah-andychand.blogspot.com/2014/03/latar-belakang-timbulnya-sistem-tanam.html
http://tutiksulastri720.wordpress.com/2013/06/26/tanam-paksa-di-indonesia/
LKS Sejarah Indonesia, Intan Pariwara
DOWNLOAD AT https://www.dropbox.com/s/ga7jbk9m8dlt7tz/LATAR%20BELAKANG%20TANAM%20PAKSA.docx?dl=0
DOWNLOAD AT https://www.dropbox.com/s/ga7jbk9m8dlt7tz/LATAR%20BELAKANG%20TANAM%20PAKSA.docx?dl=0
You should see how my acquaintance Wesley Virgin's autobiography starts with this SHOCKING and controversial VIDEO.
ReplyDeleteYou see, Wesley was in the army-and soon after leaving-he revealed hidden, "MIND CONTROL" secrets that the government and others used to get anything they want.
THESE are the exact same tactics tons of celebrities (especially those who "come out of nothing") and elite business people used to become rich and famous.
You've heard that you use only 10% of your brain.
That's mostly because the majority of your brainpower is UNCONSCIOUS.
Perhaps that expression has even taken place INSIDE OF YOUR own brain... as it did in my good friend Wesley Virgin's brain around 7 years ago, while driving a non-registered, beat-up garbage bucket of a car with a suspended driver's license and $3 in his pocket.
"I'm so fed up with living paycheck to paycheck! When will I get my big break?"
You've taken part in those types of conversations, ain't it right?
Your very own success story is going to happen. All you need is to believe in YOURSELF.
CLICK HERE To Find Out How To Become A MILLIONAIRE