BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pada tahun 1041 atau 963 M Raja Airlangga memerintahkan membagi kerajaan
menjadi dua bagian. Pembagian kerajaan
tersebut dilakukan oleh seorang Brahmana yang terkenal akan kesaktiannya yaitu
Mpu Bharada. Kedua kerajaan tersebut dikenal dengan Kahuripan menjadi Jenggala
(Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) yang dibatasi oleh gunung Kawi dan sungai
Brantas dikisahkan dalam prasasti Mahaksubya (1289 M), kitab Negarakertagama
(1365 M), dan kitab Calon Arang (1540 M). Tujuan pembagian kerajaan menjadi dua
agar tidak terjadi pertikaian.
Kerajaan Jenggala meliputi daerah Malang dan delta sungai Brantas dengan
pelabuhannya
Surabaya, Rembang, dan Pasuruhan, ibu kotanya Kahuripan, sedangkan
Panjalu kemudian dikenal dengan nama Kediri meliputi Kediri, Madiun, dan ibu
kotanya Daha. Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan masing-masing
kerajaan saling merasa berhak atas seluruh tahta Airlangga sehingga terjadilah
peperangan.
Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah kerajaannya
karena kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Putra yang bernama Sri
Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat bernama Panjalu yang berpusat di kota
baru, yaitu Daha. Sedangkan putra yang bernama Mapanji Garasakan mendapatkan
kerajaan timur bernama Janggala yang berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan.
Panjalu dapat dikuasai Jenggala dan diabadikanlah nama Raja Mapanji Garasakan
(1042 – 1052 M) dalam prasasti Malenga. Ia tetap memakai lambang Kerajaan Airlangga,
yaitu Garuda Mukha.
Pada awalnya perang saudara tersebut, dimenangkan oleh Jenggala tetapi pada
perkembangan selanjutnya Panjalu/Kediri yang memenangkan peperangan dan
menguasai seluruh tahta Airlangga. Dengan demikian di Jawa Timur berdirilah kerajaan
Kediri dimana bukti-bukti yang menjelaskan kerajaan tersebut, selain
ditemukannya prasasti-prasasti juga melalui kitab-kitab sastra. Dan yang banyak
menjelaskan tentang kerajaan Kediri adalah hasil karya berupa kitab sastra.
Hasil karya sastra tersebut adalah kitab Kakawin Bharatayudha yang ditulis Mpu
Sedah dan Mpu Panuluh yang menceritakan tentang kemenangan Kediri/Panjalu atas
Jenggala.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar
belakang di atas, penyusun ingin mengetahui:
1.
Bagaimana
kehidupan politik masyarakat kerajaan Singasari dan Kediri?
2.
Bagaimana
kehidupan ekonomi masyarakat kerajaan Singasari dan Kediri?
3.
Bagaimana
kehidupan sosial masyarakat kerajaan Singasari dan Kediri?
4.
Bagaimana
kehidupan budaya masyarakat kerajaan Singasari dan Kediri?
C. TUJUAN
Laporan ini dibuat bertujuan untuk memenuhi tugas Sejarah serta
1.
Memahami
kehidupan politik masyarakat kerajaan Singasari dan Kediri
2.
Memahami kehidupan ekonomi masyarakat kerajaan Singasari
dan Kediri
3.
Memahami kehidupan sosial masyarakat kerajaan Singasari
dan Kediri
4.
Memahami kehidupan budaya masyarakat kerajaan Singasari
dan Kediri
BAB II
PEMBAHASAN
A. KERAJAAN SINGASARI
1. Kehidupan Politik
Untuk menciptakan pemerintahan
yang kuat dan teratur, Kertanegara telah membentuk badan-badan pelaksana. Raja
sebagai penguasa tertinggi. Kemudian raja mengangkat penasihat yang terdiri
atas rakryan i hino, rakryan i sirikan, dan rakryan i halu. Untuk membantu raja
dalam pelaksanaan pemerintahan, diangkat beberapa pejabat tinggi kerajaan yang
terdiri dari Rakryan Mapatih, Rakryan Demung dan Rakryan Kanuruhan. Selain itu,
ada pegawai-pegawai rendahan.
Untuk menciptakan stabilitas
politik dalam negeri, Kertanegara melakukan penataan di lingkungan para
pejabat. Orang-orang yang tidak setuju dengan cita-cita Kertanegara diganti.
Sebagai contoh, Patih Raganata (Kebo Arema) diganti oleh Aragani dan Banyak Wide dipindahkan ke Madura,
menjadi bupati Sumenep dengan nama Arya Wiraraja.
Kartanegara berusaha memperluas
kerajaan Singasari dengan gagasan Cakrawala Mandala. Pada tahun 1275,
Kertanegara mengirim pasukan ke Sumatra dengan Ekspedisi Pamalau. Ia ingin
menghadang pasukan Mongol yang berencana menggelar ekspansi. Selain itu
Singasari juga menaklukkan Pahang, Sunda, Bali, Bakulapura dan Gurun.
Kartanegara juga menjalin persahabatan dengan Raja Campa untuk menghalau
pasukan Mongol ke Jawa. Akan tetapi sebelum sampai ke Jawa, pasukan Mongol
sudah dihadang oleh Jayakatwang dari kerajaan Kediri. Dalam serangan ini pula
Kertanegara tewas besrta petinggi petinggi istana lainnya.
2. Kehidupan Ekonomi
Mengenai
kehidupan perekonomian Singosari tidak begitu jelas diketahui. Akan tetapi
mengingat kerajaan tersebut terletak di tepi sungai Brantas (Jawa Timur),
kemungkinan masalah ekonomi tidak jauh berbeda dari kerajaan – kerajaan
terdahulunya, yaitu secara langsung maupun secara tidak langsung rakyat ikut
ambil bagian dalam dunia pelayaran.
3. Kehidupan Sosial
Ketika Ken
Arok menjadi Akuwu di Tumapel, berusaha meningkatkan kehidupan masyarakatnya.
Banyak daerah – daerah yang bergabung dengan Tumapel. Namun pada masa
pemerintahan Anusapati, kehidupan kehidupan sosial masyarakat kurang mendapat
perhatian, karena ia larut dalam kegemarannya menyabung ayam. Pada masa
Wisnuwardhana kehidupan sosial masyarakatnya mulai diatur rapi. Dan pada masa
Kertanegara, ia meningkatkan taraf kehidupan masyarakatnya.
4. Kehidupan Budaya
Kehidupan kebudayaan masyarakat Singasari dapat diketahui dari peninggalan
candi-candi dan patung-patung yang berhasil dibangunnya. Candi hasil
peninggalan Singasari, di antaranya adalah Candi Kidal, Candi Jago, dan Candi
Singasari. Adapun arca atau patung hasil peninggalan Kerajaan Singasari, antara
lain Patung Ken Dedes sebagai perwujudan dari Prajnyaparamita lambang
kesempurnaan ilmu dan Patung Kertanegara dalam wujud Patung Joko Dolog di
temuakan di dekat Surabaya, dan patung Amoghapasa juga merupakan perwujudan
Raja Kertanegara yang dikirim ke Dharmacraya ibukota kerajaan melayu.
Kudua perwujudan patung Raja Kertanegara baik patung Joko Dolog maupun
patung Amoghapasa menyatakan bahwa Raja Kertanegara menganut agama Budha
beraliran Tantrayana ( Tantriisme ).
5. Kehidupan Agama
Diangkat
seorng Dharmadyaksa (kepala agama Buddha). Disamping itu ada pendeta Maha
Brahmana yang mendampingi Raja, dengan pangkat Sangkhadharma. Sesuai dengan
agama yang dianutnya, Kertanegara didharmakan sebagai Syiwa Buddha di candi
Jawi, di Sagala bersama – sama dengan permaisurinya yang diwujudkan sebagai
Wairocana Locana, dan sebagai Bairawa di candi Singasari. Terdapat prasasti
pada lapik (alas) arca Joko Dolog yang ada di taman Simpang di Surabaya, yang
menyebutkan bahwa Kertanegara dinobatkan sebagai Jina atau Dhyani Buddha yaitu
sebagai Aksobya. Sedangkan arca Joko Dolog itu sendiri merupakan arca
perwujudannya. Sebagai seorang Jina ia bergelar Jnanasiwabajra.
6. Sistem Pemerintahan
Menurut versi Pararaton yang informasinya didapat dari Prasasti Kudadu, Ken
Arok adalah pendiri Kerajaan Singasari yang digantikan oleh Anusapati
(1247–1249 M). Anusapati diganti oleh Tohjaya (1249–1250 M), yang diteruskan
oleh Ranggawuni alias Wisnuwardhana (1250–1272 M). Terakhir adalah Kertanegara
yang memerintah sejak 1272 hingga 1292 M. Sementara pada versi Negarakretagama,
raja pertama Kerajaan Singasari adalah Rangga Rajasa Sang Girinathapura
(1222–1227 M). Selanjutnya adalah Anusapati, yang dilanjutkan Wisnuwardhana (1248–1254
M). Terakhir adalah Kertanagara (1254–1292 M). Data ini didapat dari prasasti
Mula Malurung.
a.
Ken Arok (1222–1227
M)
Pendiri Kerajaan Singasari
adalah Ken Arok yang sekaligus juga menjadi Raja Singasari yang pertama dengan
gelar Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabumi. Munculnya Ken Arok sebagai raja
pertama Singasari menandai munculnya suatu dinasti baru, yakni Dinasti Rajasa
(Rajasawangsa) atau Girindra (Girindrawangsa). Ken Arok hanya memerintah selama
lima tahun (1222–1227 M). Pada tahun 1227 M, Ken Arok dibunuh oleh seorang
suruhan Anusapati (anak tiri Ken Arok). Ken Arok
dimakamkan di Kegenengan dalam bangunan Siwa–Buddha.
b.
Anusapati (1227 –
1248 M)
Candi
Kidal
|
c.
Tohjoyo (1248 M)
Dengan meninggalnya Anusapati
maka tahta Kerajaan Singasari dipegang oleh Tohjoyo. Namun, Tohjoyo memerintah
Kerajaan Singasari tidak lama sebab anak Anusapati yang bernama Ranggawuni
berusaha membalas kematian ayahnya. Dengan bantuan Mahesa Cempaka dan para
pengikutnya, Ranggawuni berhasil menggulingkan Tohjoyo dan kemudian menduduki
singgasana.
d.
Ranggawuni (1248–1268 M)
Candi jago
|
e.
Kartanegara (1268-1292 M)
Arca
Amoghapasa
|
Selain menguasai Melayu,
Singasari juga menaklukan Pahang, Sunda, Bali, Bakulapura (Kalimantan Barat),
dan Gurun (Maluku). Kertanegara juga menjalin hubungan persahabatan dengan raja
Champa,dengan tujuan untuk menahan perluasaan kekuasaan Kubilai Khan dari
Dinasti Mongol. Kubilai Khan menuntut raja-raja di daerah selatan termasuk
Indonesia mengakuinya sebagai yang dipertuan. Kertanegara menolak dengan
melukai muka utusannya yang bernama Mengki. Tindakan Kertanegara ini membuat
Kubilai Khan marah besar dan bermaksud menghukumnya dengan mengirimkan
pasukannya ke Jawa. Mengetahui sebagian besar pasukan Singasari dikirim untuk
menghadapi serangan Mongol maka Jayakatwang (Kediri) menggunakan kesempatan
untuk menyerangnya. Serangan dilancarakan dari dua arah, yakni dari arah utara
merupakan pasukan pancingan dan dari arah selatan merupakan pasukan inti.
Pasukan Kediri dari arah
selatan dipimpin langsung oleh Jayakatwang dan berhasil masuk istana dan
menemukan Kertanagera berpesta pora dengan para pembesar istana. Kertanaga
beserta pembesar-pembesar istana tewas dalam serangan tersebut. Ardharaja
berbalik memihak kepada ayahnya (Jayakatwang), sedangkan Raden Wijaya berhasil
menyelamatkan diri dan menuju Madura dengan maksud minta perlindungan dan
bantuan kepada Aria Wiraraja. Atas bantuan Aria Wiraraja, Raden Wijaya mendapat
pengampunan dan mengabdi kepada Jayakatwang. Raden Wijaya diberi sebidang tanah
yang bernama Tanah Tarik oleh Jayakatwang untuk ditempati. Dengan gugurnya
Kertanegara
maka Kerajaan Singasari dikuasai oleh Jayakatwang. Ini berarti berakhirnya
kekuasan Kerajaan Singasari. Sesuai dengan agama yang dianutnya, Kertanegara
kemudian didharmakan sebagai Siwa––Buddha (Bairawa) di Candi Singasari. Arca
perwujudannya dikenal dengan nama Joko Dolog yang sekarang berada di
Candi Singasari
|
7. Keruntuhan
Sebagai sebuah kerajaan, perjalanan kerajaan Singasari bisa dikatakan
berlangsung singkat. Hal ini terkait dengan adanya sengketa yang terjadi
dilingkup istana kerajaan yang kental dengan nuansa perebutan kekuasaan. Pada
saat itu Kerajaan Singasari sibuk mengirimkan angkatan perangnya ke luar Jawa.
Akhirnya Kerajaan Singasari mengalami keropos di bagian dalam. Pada tahun 1292
terjadi pemberontakan Jayakatwang bupati Gelang-Gelang, yang merupakan sepupu,
sekaligus ipar, sekaligus besan dari Kertanegara sendiri. Dalam serangan itu
Kertanegara mati terbunuh. Setelah runtuhnya Singasari, Jayakatwang menjadi
raja dan membangun ibu kota baru di Kediri. Riwayat Kerajaan Tumapel-Singasari
pun berakhir.
8. Peninggalan
a.
Candi Singosari
Candi
ini berlokasi di Kecamatan Singosari,Kabupaten Malang dan terletak pada lembah
di antara Pegunungan Tengger dan Gunung Arjuna. Berdasarkan penyebutannya pada
Kitab Negarakertagama serta Prasasti Gajah Mada yang bertanggal 1351 M di
halaman komplek candi, candi ini merupakan tempat "pendharmaan" bagi
raja Singasari terakhir, Sang Kertanegara, yang mangkat(meninggal) pada tahun
1292 akibat istana diserang tentara Gelang-gelang yang dipimpin oleh
Jayakatwang. Kuat dugaan, candi ini tidak pernah selesai dibangun.
b. Candi Jago
Arsitektur Candi Jago disusun seperti teras punden berundak. Candi ini
cukup unik, karena bagian atasnya hanya tersisa sebagian dan menurut cerita
setempat karena tersambar petir. Relief-relief Kunjarakarna dan Pancatantra
dapat ditemui di candi ini. Sengan keseluruhan bangunan candi ini tersusun atas
bahan batu andesit.
c. Candi Sumberawan
Candi Sumberawan merupakan satu-satunya stupa yang ditemukan di Jawa Timur.
Dengan jarak sekitar 6 km dari Candi Singosari, Candi ini merupakan peninggalan
Kerajaan Singasari dan digunakan oleh umat Buddha pada masa itu. Pemandangan di
sekitar candi ini sangat indah karena terletak di dekat sebuah telaga yang
sangat bening airnya. Keadaan inilah yang memberi nama Candi Rawan.
d. Arca Dwarapala
Arca ini berbentuk Monster dengan ukuran yang sangat besar. Menurut
penjaga situs sejarah ini, arca Dwarapala merupakan pertanda masuk ke wilayah
kotaraja, namun hingga saat ini tidak ditemukan secara pasti dimanan letak
kotaraja Singhasari.
e. Prasasti Singosari
Prasasti Singosari, yang bertarikh tahun 1351 M, ditemukan di Singosari, Kabupaten
Malang, Jawa Timur dan sekarang disimpan di Museum Gajah dan ditulis dengan
Aksara Jawa.
Prasasti ini ditulis untuk mengenang
pembangunan sebuah caitya atau candi pemakaman yang dilaksanakan oleh Mahapatih
Gajah Mada. Paruh pertama prasasti ini merupakan pentarikhan tanggal yang
sangat terperinci, termasuk pemaparan letak benda-benda angkasa. Paruh kedua
mengemukakan maksud prasasti ini, yaitu sebagai pariwara pembangunan sebuah
caitya.
f.
Prasasti Manjusri
Prasasti Manjusri merupakan
manuskrip yang dipahatkan pada bagian belakang Arca Manjusri, bertarikh 1343,
pada awalnya ditempatkan di Candi Jago dan sekarang tersimpan di Museum
Nasional Jakarta.
g.
Prasasti Mula
Malurung
Prasasti Mula Malurung adalah
piagam pengesahan penganugrahan desa Mula dan desa Malurung untuk tokoh bernama
Pranaraja. Prasasti ini berupa lempengan-lempengan tembaga yang diterbitkan
Kertanagara pada tahun 1255 sebagai raja muda di Kadiri, atas perintah ayahnya
Wisnuwardhana raja Singhasari.
Kumpulan lempengan Prasasti
Mula Malurung ditemukan pada dua waktu yang berbeda. Sebanyak sepuluh lempeng
ditemukan pada tahun 1975 di dekat kota Kediri, Jawa Timur. Sedangkan pada
bulan Mei 2001, kembali ditemukan tiga lempeng di lapak penjual barang loak,
tak jauh dari lokasi penemuan sebelumnya. Keseluruhan lempeng prasasti saat ini
disimpan di Museum Nasional Indonesia, Jakarta.
h.
Candi
Jawi
Candi
ini terletak di pertengahan jalan raya antara Kecamatan Pandaan - Kecamatan
Prigen dan Pringebukan. Candi Jawi banyak dikira sebagai tempat pemujaan atau
tempat peribadatan Buddha, namun sebenarnya merupakan tempat pedharmaan atau
penyimpanan abu dari raja terakhir Singhasari, Kertanegara. Sebagian dari abu
tersebut juga disimpan pada Candi Singhasari. Kedua candi ini ada hubungannya
dengan Candi Jago yang merupakan tempat peribadatan Raja Kertanegara.
i.
Prasasti Wuware
Prasasti
Wurare adalah sebuah prasasti yang isinya memperingati penobatan arca
Mahaksobhya di sebuah tempat bernama Wurare (sehingga prasastinya disebut
Prasasti Wurare). Prasasti ditulis dalam bahasa Sansekerta, dan bertarikh 1211
Saka atau 21 November 1289. Arca tersebut sebagai penghormatan dan perlambang
bagi Raja Kertanegara dari kerajaan Singhasari, yang dianggap oleh keturunannya
telah mencapai derajat Jina (Buddha Agung). Sedangkan tulisan prasastinya
ditulis melingkar pada bagian bawahnya.
j.
Candi Kidal
Candi
Kidal adalah salah satu candi warisan dari kerajaan Singasari. Candi ini
dibangun sebagai bentuk penghormatan atas jasa besar Anusapati, Raja kedua dari
Singhasari, yang memerintah selama 20 tahun (1227 - 1248). Kematian Anusapati
dibunuh oleh Panji Tohjaya sebagai bagian dari perebutan kekuasaan Singhasari,
juga diyakini sebagai bagian dari kutukan Mpu Gandring.
B. KERAJAAN KEDIRI
1. Kehidupan Politik
Kehidupan politik
Kerajaan Kediri diawali oleh perang saudara antara Samarawijaya (Panjalu) dan
Panji Garasakan (Jenggala). Tahun 1052 M terjadi perebutan kekuasaan antara
kedua belah pihak. Awalnya Panji Garasakan dapat mengalahkan Samarawijaya dan
tahun 1059 Masehi muncul seorang raja lain, yaitu Raja Samarotsaha. Raja itu
berkuasa di Kerajaan Jenggala. Raja Samarotsaha adalah menantu Raja Airlangga.
Namun, tahun 1104 M tampil Kerajaan Panjalu sebagai rajanya yaitu Jayawangsa.
Kerajaan ini lebih dikenal dengan nama Kediri yang beribu kota di Daha.
Tahun 1117 M
Bameswara tampil sebagai raja Kediri. Prasasti yang ditemukan antara lain,
Prasasti Padlegan (1117 M) dan Panumbangan (1120 M). Isinya pemberian status
perdikan untuk beberapa desa.
Tahun 1135, tampil
raja yang terkenal yaitu Raja Jayabaya. Jayabaya ingin mengembalikan kejayaan
seperti masa Airlangga dan ternyata ini dapat berhasil, Panjalu dan Jenggala
dapat bersatu kembali. Lencana kerajaan memakai simbol Garuda Mukha, simbol
Airlangga. Ia meninggalkan tiga prasasti penting, yaitu Prasasti Hantang dan
Ngantang (1135 M), Talan (1136M), dan Prasasti Desa Jepun (1144 M). Prasasti
Hantang memuat tulisan panjalu jati, artinya panjalu menang. Jayabaya telah
berhasil megatasi berbagai kekacauan di kerajaan. Jayabaya juga dikenal karena
adanya Ramalan atau Jangka Jayabaya.
2. Kehidupan Ekonomi
Perekonomian Kediri bersumber atas usaha perdagangan, peternakan, pertanian,
dan maritim. Kediri terkenal sebagai penghasil beras, kapas dan ulat sutra.
Dengan demikian dipandang dari aspek ekonomi, kerajaan Kediri cukup makmur. Hal
ini terlihat dari kemampuan kerajaan memberikan penghasilan tetap kepada para
pegawainya dibayar dengan hasil bumi. mereka telah mengenal emas dan uang.
Sungai Brantas di jadikan sebagai penghubung daerah perdalam dengan daerah
pesisir. Hal tersebut tercatat dengan
rapi dalam klonik-klonik China yang menyebutkan bahwa
a.
Rakyat kerajaan Kediri memiliki tempat tinggal yang baik
b.
Pakaian rakyat kerajaan Kediri cukup baik
c.
Rakyat kerajaan Kediri telah mengenal istilah mas kawin
yaitu berupa emas atau benda lainnya yang berharga
d.
Rakyat kerajaan Kediri telah mengenal mata uang yang
terbuat dari emas atau pun perak
e.
Apabilah rakyat kerajaan Kediri sakit mereka memohon kesembuhan dari dewa
f.
Di kerajaan Kediri hukum di jalankan secara tegas
g.
Bila para raja bepergian maka akan dikawal oleh prajurit
berkuda dan pasukan darat
3. Kehidupan Sosial
Kehidupan sosial pada zaman Kerajaan Kediri dapat kita lihat dalam kitab
Ling-Wai-Tai-Ta yang disusun oleh Chou Ku-Fei pada tahun 1178 M. Dalam Kitab
tersebut menyatakan bahwa masyarakat Kediri menggunakan kain sampai bawah lutut
dan rambutnya diurai. Rumah masyarakatnya rata-rata sangatlah bersih dan rapi.
Lantainya tebuat dari ubin yang berwarna kuning dan hijau. Pemerintahannya
sangat lah memerhatikan keadaan masyarakatnya sehingga pertanian, peternakan,
dan perdagangan mengalami kemajuan yang cukup pesat.
Masyarakat Kediri dibedakan menjadi 3 golongan berdasarkan kedudukan dalam
pemerintahan kerajaan.
a.
Golongan masyarakat pusat (Kerajaan)
Adalah masyarakat yang terdapat dalam
lingkungan raja dan beberapa kaum kerabatnya serta kelompok pelayannya.
b.
Golongan
masyarakat thani (Daerah)
Adalah golongan masyarakat yang terdiri atas para pejabat atau petugas
pemerintahan di wilayah thani (daerah).
c.
Golongan masyarakat non-pemerintah
Adalah golongan masyarakat yang tidak mempunyai kedudukan dan hubungan
dengan pemerintah secara resmi atau masyarakat wiraswasta. Kediri memiliki 300
lebih pejabat yang bertugas mengurus dan mencatat semua penghasilan kerajaan.
Di samping itu, ada 1.000 pegawai rendahan yang bertugas mengurusi benteng dan
parit kota, perbendaharaan kerajaan, dan gedung persediaan makanan.
Kerajaan Kediri berdiri dari pembagian Kerajaan Mataram oleh Raja Airlangga
(1000-1049). Pemecahan ini dimaksudkan agar tidak terjadi perselisihan di
antara anak-anak selirnya. Belum ada bukti yang jelas bagaimana kerajaan
tersebut dipecah dan menjadi beberapa bagian. Dalam babad dikatakan bahwa
kerajaan dibagi menjadi empat atau lima bagian. Tetapi dalam perkembangannya
hanya ada dua kerajaan yang sering disebut, yaitu Kediri (Pangjalu) dan
Jenggala. Samarawijaya sebagai pewaris sah kerajaan mendapat ibukota lama,
yaitu Dahanaputra, dan nama kerajaannya diubah menjadi Pangjalu atau dikenal
juga sebagai Kerajaan Kediri.
4. Kehidupan Budaya
Di bidang kebudayaan yang paling menonjol adalah perkembangan seni sastra
dan pertunjukkan wayang. Di Kediri dikena dengan adanya wayang Panji. Beberapa
karya sastra yang terkenal adalah:
a.
Kitab Baratayuda
Ditulis pada zaman Jayabaya oleh Empu Sedah beserta Empu Panuluh, untuk
memberikan gambaran terjadinya perang saudara atara Panjalu melawan Jenggala
dan digambarkan dengan perang antara Kurawa dan Pandawa yang masing-masing
merupakan keturunan Barata. Disamping itu Empu Panuluh juga menggubah Kitab
Kakawin Hariwangsa dan Gatotkacasraya.
b.
Kitab Kresnayana
Ditulis oleh Empu Triguna pada zaman Jayaswara. Isinya mengenai perkawinan
Kresna dan dewi Rukmini.
c.
Kitab Samaradhana
Ditulis oleh Empu Darmaja pada zaman Kameswari. Menceritakan sepasang suami
istri yaitu Smara dan rati yang menggoda Dewa Syiwa bertapa. Mereka kena kutuk
dan mati terbakar oleh api (dahana). Akan tetapi, mereka dihidupkan kembali dan
menjelma sebagai Kameswara dan permaisurinya.
d.
Kitab Lubdaka
Ditulis oleh Empu Tan Akung pada zaman kameswara. Menceritakan peburu
bernama Lubdaka yang sudah banyak membunuh. Roh yang semestinya masuk neraka
menjadi masuk surga karena melakukan pemujaan secara istimewa kepada Dewa
Syiwa. Disamping itu, Tan Akung juga menulis Kitab Wertasancaya.
e.
Kitab Mahabarata (Wirataparwa)
Pada masa Dharmawangsa, berhasil disadur Kitab Mahabarata ke dalam bahasa
Jawa Kuno yang disebut Kitab Wirataparwa. Selain itu juga disusun kitab hukum
yang bernama Siwasasana.
f.
Kitab Arjuna Wiwaha
Di zaman Airlangga, disusun Kitab Arjuna Wiwaha karya Empu Kanwa.
g.
Kitab Samasantaka
Kitab Samanasantaka karangan Empu Managuna yang mengisahkan Bidadari Harini
yang terkena kutuk Begawan Trenawindu.
Setiap raja yang memerintah memiliki lencana sendiri, antara lain Raja
Kameswara (1115–1130 M) mempunyai lencana Candrakapale yaitu tengkorak
bertaring. Selanjutnya, Raja Jayabaya (1130–1160) menggunakan lencana
Narasingha yaitu manusia setengah singa. Raja selanjutnya yang memerintah
adalah Kertajaya atau Dandang Gendis dengan menggunakan lencana Garudamuka. Pada masa pemerintahannya terjadi pertentangan
antara raja dan para pendeta atau kaum Brahmana karena Kertajaya berlaku
sombong dan melanggar adat. Ia juga kurang bijaksana dalam memerintah. Hal ini
memperlemah Kerajaan Kediri hingga jatuh ke tangan Ken Arok dan muncul Kerajaan
Singosari.
5. Kehidupan Agama
Peninggalan Kediri di bidang pembangunan seperti bangunan monumental
tempat-tempat pemujaan ditemukan antara lain: Candi Gurah, Candi Tondowongso,
dan tempat pemandian Kepung. Semua bangunan itu menunjukkan ciri Agama Hindu,
sehingga dapat disimpulkan bahwa Agama Hindu merupakan Agama utama yang dianut
masyarakat di masa Kerajaan Panjalu/ Kediri.
6. Raja-Raja yang Memerintah
a.
Samarawijaya (1042)
Samarawijaya adalah putra Airlangga. Ia merupakan Raja pertama sekaligus
pendiri Kerajaan Kediri, Samarawijaya tidak diketahui dengan pasti berlangsung
berapa lama masa pemerintahannya. Kemungkinan Raja Samarawijaya memulai
pemerintahannya pada saat pemisahan Kerajaan oleh Airlangga, yaitu sekitar
tahun 1042. Tahun itu merupakan tahun yang sama dengan tahun yang tertulis di
Prasasti Pamwatan.
b.
Jayaswara (1104-1115)
Raja kedua Kerajaan Kediri adalah Sri Jayawarsa, yang disebut dalam
Prasasti Sirah Keting (1104), namun belum dipastikan bahwa ia pengganti
langsung Samarawijaya atau bukan. Ia merupakan Raja yang sangat giat memajukan
sastra sehingga ia dikenal dengan gelar Sastra Prabu (Raja Sastra). Pada
masanya Kresnayana dikarang Mpuh Triguna.
c.
Bameswara (1115-1135)
Raja ketiga Kerajaan Kediri adalah Sri Bameswara yang disebut dalam
Prasasti Pandegelan I (sekitar 1116/ 1117), Prasasti Panumbangan (1120), dan
Prasasti Tangkilan (1130).
d.
Jayabhaya (1135-1157)
Raja keempat sekaligus Raja terbesar Kerajaan Kediri adalah Sri Jayabhaya
yang disebutkan dalam Prasasti Hantang (1135), Prasasti Talan (1136), dan
Kakawin Bharatayuddha (1157). Jayabhaya merupakan Raja yang menjadi kenangan
bagi rakyatnya, karena pada masa pemerintahnnya Kerajaan Kediri berhasil
menaklukan Kerajaan Jenggala dan berhasil mencapai puncak kejayaan Kerajaan
Kediri.
e.
Sarweswara (1159-1169)
Raja kelima Kerajaan Kediri adalah Sri Sarweswara yang disebutkan dalam
Prasasti Pandegelan II (1159) dan Prasasti Kahyunan (1161).
f.
Aryeswara (1169-1180/1181)
Raja keenam Kerajaan Kediri adalah Sri Aryeswara yang disebutkan dalam
Prasasti Meleri (1169) dan Prasasti Angin Tahun (1171).
g.
Sri Gandhra (1181-1182)
Raja ketujuh Kerajaan Kediri adalah Sri Gandhra yang disebutkan dalam
Prasasti Jaring (1181), masa pemerintahannya selama kurang lebih satu tahun.
h.
Kameswara (1182-1194)
Raja kedelapan
Kerajaan Kediri adalah Sri Kameswara yang disebutkan dalam Prasasti Ceker
(1182) dan dalam Kakawin Smaradhana. Dalam Kakawin dikisahkan tentang
perkawinan antara Kameswara dengan Putri Jenggala.
i.
Kertajaya (1194-1222)
Raja kesembilan sekaligus Raja
terakhir Kerajaan Kediri adalah Kertajaya yang disebut dalam Prasasti
Galunggung (1194), Prasasti Kamulan (1194), Prasasti Palah (1197), Prasasti
Wates Kulon (1205), dan Kakawin Negarakertagama serta Kakawin Pararaton. Dalam
Kakawin dikisahkan tentang perang Ganter saat masa akhir pemerintahan Raja
Kertajaya.
j.
Jayakatwang (1292-1293)
Jayakatwang juga merupakan Raja yang berhasil membangun kembali Kerajaan
Kediri setelah berhasil memberontak terhadap Singosari sekaligus membunuh Raja
Kertanegara. Namun, keberhasilannya hanya bertahan setahun akibat serangan
menantu Kertanegara dan pasukan Mongol, sehingga runtuhlah Kerajaan Kediri.
7. Keruntuhan
Kerajaan Kediri runtuh pada masa pemerintahan Raja Kertajaya, dan
dikisahkan dalam Kitab/ Kakawin Pararaton dan Negarakertagama. Pada tahun 1222,
Raja Kertajaya berselisih dengan kaum Brahmana. Kaum Brahmana lalu meminta
bantuan kepada Ken Arok Raja dari Kerajaan Singosari. Saat itu Ken Arok juga
memiliki cita-cita memerdekakan Tumapel/ Singosari dari Kerajaan Kediri.
Akhirnya pasukan Kediri yang dipimpin Kertajaya berhasil dihancurkan oleh Ken
Arok lewat perang yang terjadi di dekat desa Ganter, sehingga keadaan pun
berbalik dan Kerajaan Kediri menjadi bawahan Singosari. Saat itu Kediri belum
benar-benar runtuh.
Saat Singosari dipimpin Raja
Kertanegara (1268-1292) terjadi pergolakan dalam Kerajaan. Jayakatwang yang
merupakan keturunan Kertajaya saat itu menjadi bupati Gelang-Gelang, yang
selama ini tunduk terhadap Singosari bergabung dengan Bupati Sumenep dari
Madura untuk menjatuhkan Kertanegara. Tahun 1292 Jayakatwang pun memberontak
terhadap Kerajaan Singosari dan membunuh Kertanegara, karena dendam masa lalu
dimana leluhurnya(Kertajaya) dikalahkan Ken Arok. Pemberontakan Jayakatwang
menyebabkan runtuhnya Kerajaan Singosari. Akhirnya pada tahun 1292, Jayakatwang
berhasil membangun kembali Kerajaan Kediri.
Keberhasilan Jayakatwang
membangun kembali Kerajaan Kediri hanya bertahan satu tahun karena ada serangan
gabungan yang dilancarkan pasukan Mongol yang dikirim Kaitsar Kubilai Khan dan
pasukan Raden Wijaya (menantu Kertanegara sekaligus pendiri Majapahit nantinya)
serta pasukan Madura yang dipimpin Arya Wiraraja pada tahun 1293. Dalam
peperangan yang terjadi, pasukan Jayakatwang mudah dikalahkan sehingga
benar-benar berakhir/ runtuhlah Kerajaan Kediri.
8. Peninggalan
a. Candi Penataran
Candi termegah dan terluas di Jawa Timur ini terletak di
lereng barat daya Gunung Kelud, di sebelah utara Blitar, pada ketinggian 450
meter dpl. Dari prasasti yang tersimpan di bagian candi diperkirakan candi ini
dibangun pada masa Raja Srengga dari Kerajaan Kediri sekitar tahun 1200 Masehi
dan berlanjut digunakan sampai masa pemerintahan Wikramawardhana, Raja Kerajaan
Majapahit sekitar tahun 1415.
b.
Candi Gurah
Candi Gurah terletak di kecamatan di Kediri, Jawa Timur.
Pada tahun 1957 pernah ditemukan sebuah candi yang jaraknya kurang lebih 2 km
dari Situs Tondowongso yang dinamakan Candi Gurah namun karena kurangnya dana
kemudian candi tersebut dikubur kembali.
c. Candi Tondowongso
Situs Tondowongso merupakan situs temuan purbakala yang
ditemukan pada awal tahun 2007 di Dusun Tondowongso, Kediri, Jawa Timur. Situs
seluas lebih dari satu hektare ini dianggap sebagai penemuan terbesar untuk
periode klasik sejarah Indonesia dalam 30 tahun terakhir (semenjak penemuan
Kompleks Percandian Batujaya), meskipun Prof.Soekmono pernah menemukan satu
arca dari lokasi yang sama pada tahun 1957. Penemuan situs ini diawali dari
ditemukannya sejumlah arca oleh sejumlah perajin batu bata setempat.
Berdasarkan
bentuk dan gaya tatahan arca yang ditemukan, situs ini diyakini sebagai
peninggalan masa Kerajaan Kediri awal (abad XI), masa-masa awal perpindahan
pusat politik dari kawasan Jawa Tengah ke Jawa Timur. Selama ini Kerajaan
Kediri dikenal dari sejumlah karya sastra namun tidak banyak diketahui
peninggalannya dalam bentuk bangunan atau hasil pahatan.
d. Arca Buddha Vajrasattva
Arca Buddha Vajrasattva ini berasal dari zaman Kerajaan
Kediri (abad X/XI). Dan sekarang merupakan Koleksi Museum für Indische Kunst, Berlin-Dahlem,
Jerman. Arca ini membuktikan bahwa di Kerajaan Kediri terdapat umat beragama
Buddha
e. Prasasti Kamulan
Prasasti Kamulan ini berada di Desa Kamulan, Trenggalek,
Jawa Timur. Prasasti ini dibuat dan dikeluarkan pada masa pemerintahan Raja Kertajaya,
pada tahun 1194 Masehi, atau 1116 Caka. Melalui prasasti ini disebutkan bahwa
hari jadi dari Kabupaten Trenggalek sendiri tepatnya pada hari Rabu Kliwon,
tanggal 31 Agustus 1194.
f. Prasasti Galunggung
Prasasti Galunggung memiliki tinggi sekitar 160 cm, lebar
atas 80 cm, lebar bawah 75 cm. Prasasti ini terletak di Rejotangan,
Tulungagung. Di sekeliling prasasti Galunggung banyak terdapat tulisan memakai
huruf Jawa kuno. Tulisan itu berjajar rapi. Total ada 20 baris yang masih bisa
dilihat mata. Sedangkan di sisi lain prasasti beberapa huruf sudah hilang
lantaran rusak dimakan usia. Di bagian depan, ada sebuah lambang berbentuk
lingkaran. Di tengah lingkaran tersebut ada gambar persegi panjang dengan
beberapa logo. Tertulis pula angka 1123 C di salah satu sisi prasasti.
g. Prasasti Jaring
Prasasti Jaring yang bertanggal 19 November 1181. Isinya
berupa pengabulan permohonan penduduk desa Jaring melalui Senapati Sarwajala
tentang anugerah raja sebelumnya yang belum terwujud.vDalam prasasti tersebut
diketahui adanya nama-nama hewan untuk pertama kalinya dipakai sebagai nama
depan para pejabat Kadiri, misalnya Menjangan Puguh, Lembu Agra, dan Macan
Kuning
h. Candi Tuban
Pada tahun 1967, ketika gelombang tragedi 1965 melanda
Tulungagung. Aksi Ikonoklastik, yaitu aksi menghancurkan ikon – ikon kebudayaan
dan benda yang dianggap berhala terjadi. Candi Mirigambar luput dari
pengrusakan karena adanya petinggi desa yang melarang merusak candi ini dan
kawasan candi yang dianggap angker.
Massa pun
beralih ke Candi Tuban, dinamakan demikian karena candi ini terletak di Dukuh
Tuban, Desa Domasan, Kecamatan Kalidawir, Kabupaten Tulungagung. Candi ini
terletak sekitar 500 meter dari Candi Mirigambar. Candi Tuban sendiri hanya
tersisa kaki candinya. Setelah dirusak, candi ini dipendam dan kini diatas
candi telah berdiri kandang kambing, ayam dan bebek.
Menurut Pak
Suyoto, jika warga mau kembali menggalinya, maka kira – kira setengah sampai
satu meter dari dalam tanah, pondasi Candi Tuban bisa tersingkap dan relatif
masih utuh. Pengrusakan atas Candi Tuban juga didasari legenda bahwa Candi
Tuban menggambarkan tokoh laki – laki Aryo Damar, dalam legenda Angling Dharma
dan jika sang laki – laki dihancurkan, maka dapat dianggap sebagai kemenangan.
i.
Prasasti Panumbangan
Pada tanggal 2 Agustus 1120 Maharaja Bameswara
mengeluarkan prasasti Panumbangan tentang permohonan penduduk desa Panumbangan
agar piagam mereka yang tertulis di atas daun lontar ditulis ulang di atas
batu. Prasasti tersebut berisi penetapan desa Panumbangan sebagai sima
swatantra oleh raja sebelumnya yang dimakamkan di Gajapada. Raja sebelumnya
yang dimaksud dalam prasasti ini diperkirakan adalah Sri Jayawarsa.
j.
Prasasti Talan
Prasasti Talan/ Munggut terletak di Dusun Gurit,
Kabupaten Blitar. Prasasti ini berangka tahun 1058 Saka (1136 Masehi). Cap
prasasti ini adalah berbentuk Garudhamukalancana pada bagian atas prasasti
dalam bentuk badan manusia dengan kepala burung garuda serta bersayap. Isi
prasasti ini berkenaan dengan anugerah sima kepada Desa Talan yang masuk
wilayah Panumbangan memperlihatkan prasasti diatas daun lontar dengan cap
kerajaan Garudamukha yang telah mereka terima dari Bhatara Guru pada tahun 961
Saka (27 Januari 1040 Masehi) dan menetapkan Desa Talan sewilayahnya sebagai
sima yang bebas dari kewajiban iuran pajak sehingga mereka memohon agar
prasasti tersebut dipindahkan diatas batu dengan cap kerajaan Narasingha.
Raja Jayabhaya
mengabulkan permintaan warga Talan karena kesetiaan yang amat sangat terhadap
raja dan menambah anugerah berupa berbagai macam hak istimewa.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa:
1.
Dalam
kehidupan politik, Singasari mencapai masa kejayaan pada masa pemerntahan
Kertanegara.
2.
Perekonomian
Singasari bertumpu di bidang pelayaran karena terletak tak Jauhari sungai
Brantas.
3.
Kehidupan
sosial Singasari jaya pada masa pemerintahan Ken Arok, lalu menurun pada
pemerintahan Anusapati, kemudian jaya lagi dengan kepemimpinan Kertanegara.
4.
Kehidupan
kebudayaan Singasari dapat dilihat dari hasil candi dan arca peninggalannya.
5.
Kehidupan
politik Kerajaan Kediri diawali oleh pemerintahan Samarawijaya da dijayai oleh
kepemimpinan Jayabaya.
6.
Perekonomian Kediri bersumber atas usaha perdagangan,
peternakan, pertanian, dan maritim.
7.
Dalam
kehidupan Sosial, masyarakat Kediri dibedakan menjadi 3 golongan berdasarkan kedudukan dalam
pemerintahan kerajaan.
8.
Di bidang kebudayaan yang paling menonjol adalah
perkembangan seni sastra dan pertunjukkan wayang.
B. SARAN
Dengan keberadaan kerajaan-kerajaan yang terlahir di Indonesia, kita harus
bisa mengapresiasi peninggalan-peninggalan yang menjadi sumber ilmu pendidikan
dari generasi ke generasi. Upaya pengapresiasian itu sendiri dapat dengan
melestarikannya, memeliharanya, dan tidak merusaknya. Jika kita dapat
berpartisipasi dalam upaya tersebut, berarti kita mengangkat derajat dan jati
diri bangsa. Dengan begitu kita dapat menanamkan rasa nasionalisme terhadap
negara Indonesia.
SUMBER
dan referensi lain
DAFTAR ISI
Thank You Very Much
ReplyDeletesama-sama, semoga dapat membantu :)
Deleteboleh tau ga daftar lagu yang di putar?
Deletebermanfaat sekali, silahkan juga kunjungi
ReplyDelete1. KERAJAAN KEDIRI (Letak Geografis, Sumber Sejarah, Kehidupan Politik, dan Keadaan Masyarakat)
2. Kumpulan tugas dan materi pelajaran
Sangat bermanfaat terimakasihyaa^^
ReplyDeletetetew
ReplyDeleteizin copoy
ReplyDeletemantap kale jossss
ReplyDeletelucuu ada ularnya WKWKWKWK
ReplyDeleteGIMANA CARANYA PLISS AWOKQAWOKQ
ReplyDeleteMantap banget penjelasannya
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeletekak ijin copy salah satu bagian ya.....terimakasih
ReplyDeleteaku lupa bagian apa