BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
“Sriwijaya” dalam Bahasa Sanskerta,
mengandung dua suku kata: “sri” berati cahaya; “wijaya” berarti kemenangan. Jadi, Sriwijaya
berarti ‘kemenangan yang bercahaya’. Dan
memang, Sriwijaya adalah satu dari kerajaan terbesar dalam sejarah Nusantara. Kerajaan ini
muncul pada abad ke-7 M dan dikenal sebagai kerajaan maritim yang kuat dengan daerah kekuasaan membentang dari
Kamboja, Thailand, Semenanjung Malaya, Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan
Sulawesi.
Bukti awal mengenai keberadaan kerajaan ini berasal dari abad ke-
7; seorang
pendeta Tiongkok, I Tsing, menulis bahwa ia mengunjungi Sriwijaya tahun 671 dan
tinggal selama 6 bulan. Selain catatan I-Tsing, keberadaan Sriwijaya juga
terbukti dalam beberapa prasasti berikut.
1.
Prasasti Kedudukan Bukit (605 Saka=683 M)
Prasasti ini berbahasa Sanskerta yang menyebutkan tentang perjalanan suci
(Shidartayatsa) yang dilakukan oleh Dapunta Hyang dari Minangatamwan. Perjalanan
tersebut berhasil menakhlukan beberapa daerah.
2.
Prasasti Talang Tuo (606=648 M)
Berisi tentang perbuatan kebun (teman) yang di beri nama Srikstra atas
perintah Dapunta Hyang Srijayanegara untuk kemakmuran semua makhluk. Dimuat
juga doa-doa agama Buddha Mahayana.
3.
Prasati Talaga Batu (tanpa angka tahun)
Prasasti ini berbahasa Melayu dan berhuruf Pallawa, berisi tentang
kutukan-kutukan kepada siapa saja yang tidak tunduk kepada raja. Ditemukan di
Telaga Batu dekat Palembang.
4.
Prasasti Kota Kapur (608 Saka=686)
Ditemukan di pulau Bangka. Prasasti ini berhuruf Pallawa dan berbahasa Sanskerta,
berisi tentang permohonan kepada dewa untuk menjaga kerajaan Sriwijaya dan
menghukum siapa saja yang akan bermaksud jahat. Prasasti ini juga menyebutkan
tentang penyerangan Sriwijaya ke sebuah kerajaan (kemungkinan adalah kerajaan
Tarumanegara).
Di akhir abad ke-8 beberapa kerajaan di Jawa, antara lain Tarumanegara
berada di bawah pengaruh Sriwijaya. Berdasarkan prasasti Kota Kapur, Sriwijaya
menguasai bagian selatan Sumatera hingga Lampung. Kerajaan ini menguasai
perdagangan di Selat Malaka, Laut Cina Selatan, Laut Jawa, dan Selat Karimata.
Perluasan wilayah ke Jawa dan Semenanjung Melayu (Malaysia), menjadikan
Sriwijaya menguasai dua pusat perdagangan utama di Asia Tenggara. Catatan atau
bukti peninggalan Sriwijaya memang tersebar di berbagai negara yang berada
dalam kekuasaannya.
Kota Indrapura di tepi sungai Mekong, di awal abad ke-8 berada di bawah
kendali Palembang. Sriwijaya meneruskan dominasinya atas Kamboja, sampai raja
Khmer Jayawarman II, pendiri imperium Khmer, memutuskan hubungan dengan
kerajaan di abad yang sama.
Pada masa Samaratungga berkuasa, 792 sampai 835, ia lebih memusatkan
perhatian pada penguasaan wilayah di Pulau Jawa. Pada masa kepemimpinannya
itulah Candi Borobudur di Jawa dibangun dan selesai pada tahun 825.
Pada abad ke-12, luas wilayah Sriwijaya meliputi Sumatera, Sri Lanka,
Malaysia (Kelantan, Kedah, Pahang, misalnya), Jawa Barat, Sulawesi, Maluku,
Kalimantan, dan Filipina. Dengan penguasaan tersebut, kerajaan Sriwijaya
menjadi kerajaan maritim besar hingga sekitar tahun 1200.
Kekuatan Sriwijaya mulai pudar pada sekitar tahun 1000. Rajendra Chola,
Raja Chola dari Koromandel, India Selatan menyerang Sriwijaya dalam tiga
gelombang. Yang pertama tahun 1017. Kemudian tahun 1025 pasukan India Selatan
menaklukkan Kedah dari Sriwijaya dan menguasainya. Pada tahun 1068 hampir seluruh
wilayah Sriwijaya diserang. Meskipun serbuan Chola tidak berhasil sepenuhnya,
tetapi serangan-serangannya memberi dampak yang sangat besar. Beberapa negara
kecil yang tadinya berada di bawah kekuasaan Sriwijaya melepaskan diri.
Pada tahun 1288, Kerajaan Singhasari melakukan “Ekspidisi Pamalayu”.
Ekspidisi di sini bisa berarti “penyerangan”. Ekspidisi Pamalayu berhasil meruntuhkan
Palembang dan Jambi.
Selanjutnya, pada tahun 1293 Sriwijaya tunduk pada kekuasaan Kerajaan
Majapahit.
Pada tahun 1402, Parameswara, pangeran terakhir Sriwijaya mendirikan
Kesultanan Malaka di Semenanjung Malaysia. Pada pergantian abad itulah
keberadaan Sriwijaya sebagai sebuah kerajaan berakhir.
Kerajaan Kalingga atau disebut juga Kerajaan Ho-ling diperkirakan terletak
di utara Jawa Tengah. Kalingga telah ada pada abad ke-6 Masehi dan
keberadaannya diketahui dari sumber-sumber Tiongkok.
Berdasarkan namanya, kemungkinan kerajaan Kalingga didirikan oleh beberapa
orang kelompok dari India. Diperkirakan mereka berasal dari Orisa. Mereka
melarikan diri karena Orisa dihancurkan oleh Maharaja India bernama Asoka.
Dalam pelarian itulah mereka meneukan Pulau Jawa dan mendirikan kerajaan.
Keberadaan Kerajaan Kalingga terbukti dengan ditemukannya
1.
Prasasti Tukmas di lereng barat Gunung Merapi tepatnya di
Dusun Dakawu, Desa Lebak, Kecamatan Grabag Magelang di Jawa Tengah. Prasasti ini
menyebutkan tentang mata air yang bersih dan jernih. Sungai yang mengalir dari
sumber air tersebut disamakan dengan Sungai Gangga di India.
2.
Prasasti Sojomerto di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban,
Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Prasasti ini beraksara Kawi dan berbahasa Melayu
Kuna dan berasal dari sekitar abad ke-7 Masehi. Prasasti ini bersifat keagamaan
Siwais. Isi prasasti memuat keluarga dari tokoh utamanya, Dapunta Selendra,
yaitu ayahnya bernama Santanu, ibunya bernama Bhadrawati, sedangkan istrinya
bernama Sampula. Dapunta Selendra adalah cikal-bakal raja-raja keturunan Wangsa
Sailendra yang berkuasa di Kerajaan Mataram Hindu.
3.
Candi Angin di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten
Jepara, Jawa Tengah.
4.
Candi Bubrah di Desa Tempur Kecamatan Keling, Kabupaten
Jepara Jawa Tengah
Catatan dari berita Cina ini juga menyebutkan bahwa sejak tahun 674, rakyat
Ho-ling diperintah oleh Ratu Sima (Simo). Ia adalah seorang ratu yang sangat
adil dan bijaksana. Pada masa pemerintahannya Kerajaan Ho-ling sangat aman dan
tentram.
Putri Maharani Shima, Parwati, menikah dengan putera mahkota Kerajaan Galuh
yang bernama Mandiminyak, yang kemudian menjadi raja kedua dari Kerajaan Galuh.
Maharani Shima memiliki cucu yang bernama Sanaha yang menikah dengan raja
ketiga dari Kerajaan Galuh, yaitu Brantasenawa. Sanaha dan Bratasenawa memiliki
anak yang bernama Sanjaya yang kelak menjadi raja Kerajaan Sunda dan Kerajaan
Galuh (723-732 M).
Setelah Maharani Shima meninggal di tahun 732 M, Sanjaya menggantikan
buyutnya dan menjadi raja Kerajaan Kalingga Utara yang kemudian disebut Bumi
Mataram, dan kemudian mendirikan Dinasti/Wangsa Sanjaya di Kerajaan Mataram
Kuno.
B. RUMUSAN MASALAH
1.
Bagaimana kehidupan politik di Kerajaan Sriwijaya dan
Kerajaan Kalingga?
2.
Bagaimana kehidupan sosial di Kerajaan Sriwijaya dan
Kerajaan Kalingga?
3.
Bagaimana kehidupan ekonomi di Kerajaan Sriwijaya dan
Kerajaan Kalingga?
4.
Bagaimana kehidupan agama di Kerajaan Sriwijaya dan
Kerajaan Kalingga?
C. TUJUAN
1.
Memahami kehidupan politik di Kerajaan Sriwijaya dan
Kerajaan Kalingga.
2.
Memahami kehidupan sosial di Kerajaan Sriwijaya dan
Kerajaan Kalingga.
3.
Memahami kehidupan ekonomi di Kerajaan Sriwijaya dan
Kerajaan Kalingga.
4.
Memahami kehidupan agama di Kerajaan Sriwijaya dan
Kerajaan Kalingga.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KERAJAAN SRIWIJAYA
1. Kehidupan Politik
Kehidupan politik kerajaan Sriwijaya dapat ditinjau dari
raja-raja yang memerintah, wilayah kekuasaan, dan hubungannya dengan pihak luar
negeri.
a.
Raja
yang memerintah (yang terkenal)
1) Dapunta Hyang Sri Jayanasa
Beliau merupakan pendiri kerajaan Sriwijaya. Pada masa
pemerintahannya, ia berhasil memperluas wilayah kekuasaan sampai wilayah Jambi
dengan menduduki daerah Minangatamwan yang terletak di dekat jalur perhubungan
pelayaran perdagangan di Selat Malaka. Sejak awal ia telah mencita-citakan agar
Sriwijaya menjadi kerajaan maritim.
2) Balaputera Dewa
Awalnya, Balaputradewa adalah raja di Kerajaan
Syailendra. Ketika terjadi perang saudara antara Balaputra Dewa dan
Pramodhawardani (kakaknya) yang dibantu oleh Rakai Pikatan (Dinasti Sanjaya),
Balaputra Dewa mengalami kekalahan. Akibatnya ia lari ke Kerajaan Sriwijaya,
dimana Raja Dharma Setru (kakak dari ibu Raja Balaputra Dewa) tengah berkuasa.
Karena ia tak mempunyai keturunan, ia mengangkat Balaputradewa sebagi raja.
Masa pemerintahan Balaputradewa diperkirakan dimulai pada
tahun 850 M. Sriwijaya mengalami perkembangan pesat dengan meingkatkan kegiatan
pelayaran dan perdagangan rakyat. Pada masa pemerintahannya pula, Sriwijaya
mengadakan hubungan dengan Kerajaan Chola dan Benggala (Nalanda) dalam bidang
pengembangan agama Buddha, bahkan menjadi pusat penyebaran agama Buddha di Asia
Tenggara.
3) Sri Sanggarama Wijayatunggawarman
Pada masa pemerintahannya, Sriwijaya dikhianati dan diserang
oleh kerajaan Chola. Sang raja ditawan dan baru dilepaskan pada masa
pemerintahan Raja Kulottungga I di Chola.
b.
Wilayah
kekuasaan
Setelah berhasil menguasai Palembang, ibu kota Kerajaan
Sriwijaya dipindahakan dari Muara Takus ke Palembang. Dari Palembang, Kerajaan
Sriwijaya dengan mudah dapat menguasai daerah-daerah di sekitarnya seperti Pulau
Bangka yang terletak di pertemuan jalan perdagangan internasional, Jambi Hulu yang
terletak di tepi Sungai Batanghari dan mungkin juga Jawa Barat (Tarumanegara).
Maka dalam abad ke-7 M, Kerajaan Sriwijaya telah berhasil menguasai kunci-kunci
jalan perdagangan yang penting seperti Selat Sunda, Selat Bangka, Selat Malaka,
dan Laut Jawa bagian barat.
Pada abad ke-8 M, perluasan Kerajaan Sriwijaya ditujukan
ke arah utara, yaitu menduduki Semenanjung Malaya dan Tanah Genting Kra.
Pendudukan terhadap daerah Semenanjung Malaya bertujuan untuk menguasai daerah
penghasil lada dan timah. Sedangkan pendudukan terhadap daerah Tanah Genting
Kra bertujuan untuk menguasai lintas jalur perdagangan antara Cina dan India.
Tanah Genting Kra sering dipergunakan oleh para pedagang untuk menyeberang dari
perairan Lautan Hindia ke Laut Cina Selatan, untuk menghindari persinggahan di
pusat Kerajaan Sriwijaya.
Daerah lain yang menjadi kekuasaan Sriwijaya diantaranya
Tulang-Bawang yang terletak di daerah Lampung dan daerah Kedah yang terletak di
pantai barat Semenanjung Melayu untuk mengembangkan usaha perdagagan dengan
India. Selain itu, diketahui pula berdasarkan berita dari China, Sriwijaya
menggusur kerajaan Kaling agar dapat mengusai pantai utara Jawa karena
merupakan jalur perdagangan yang penting.
Pada akhir abad ke-8 M, Kerajaan Sriwijaya telah berhasil
menguasai seluruh jalur perdagangan di Asia Tenggara, baik yang melalui Selat
Malaka, Selat Karimata, dan Tanah Genting Kra.
Dengan kekuasaan wilayah itu, Kerajaan Sriwijaya menjadi
kerajaan laut terbesar di seluruh Asia Tenggara.
c.
Hubungan
dengan luar negeri
Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan baik dengan
kerajaan-kerajaan di luar wilayah Indonesia, terutama dengan kerajaan-kerajaan
yang berada di India, seperti Kerajaan Pala/Nalanda di Benggala. Raja Nalanda,
Dewapala Dewa menghadiahi sebidang tanah untuk pembuatan asrama bagi pelajar
dari nusantara yang ingin menjadi ‘dharma’ yang dibiayai oleh Balaputradewa.
2. Kehidupan Sosial
Karena
letaknya yang strategis, perkembangan perdagangan internasional di Sriwijaya
sangat baik. Dengan banyaknya pedagang yang singgah di Sriwijaya memungkinkan
masyarakatnya berkomunikasi dengan mereka, sehingga dapat mengembangkan
kemampuan berkomunikasi masyarakat Sriwijaya. Kemungkinan bahasa Melayu Kuno
telah digunakan sebagai bahasa pengantar terutama dengan para pedagang dari
Jawa Barat, Bangka, Jambi dan Semenanjung Malaysia. Perdagangan internasional ini
juga membuat kecenderungan masyarakat menjadi terbuka akan berbagai pengaruh
dan budaya asing, salah satunya India.
Budaya India
yang masuk berupa penggunaan nama-nama khas India, adat istiadat, dan juga
agama Hindu-Buddha. I-tsing menerangkan bahwa banyak pendeta yang datang ke
Sriwijaya untuk belajar bahasa Sanskerta dan menyalin kitab kitab suci agama
Buddha. Guru besar yang sangat terkenal di massa itu adalah Sakyakirti yang
mengarang buku Hastadandasastra.
3. Kehidupan Ekonomi
Pada awalnya kehidupan ekonomi masyarakat Sriwijaya bertumpu pada bidang
pertanian. Namun dikarenakan letaknya yang strategis, yaitu di persimpangan
jalur perdagangan internasional, membuat hasil bumi menjadi modal utama untuk
memulai kegiatan perdagangan dan pelayaran.
Karena letak yang strategis pula, para pedagang China yang akan ke India
bongkarmuat di Sriwijaya, dan begitu juga dengan pedagang India yang akan ke
China. Dengan demikian pelabuhan Sriwijaya semakin ramai hingga Sriwijaya
menjadi pusat perdagangan se-Asia Tenggara. Perairan di Laut Natuna, Selat
Malaka, Selat Sunda, dan Laut Jawa berada di bawah kekuasaan Sriwijaya.
4. Kehidupan Agama
Kehidupan agama masyarakat Sriwijaya dipengaruhi oleh datangnya pedagang
India. Pertama adalah agama Hindu, kemudian agama Buddha. Agama Buddha
diperkenalkan di Sriwijaya pada tahun 425 Masehi. I Tsing melaporkan bahwa
Sriwijaya menjadi rumah bagi sarjana Buddha sehingga menjadi pusat pembelajaran
agama Buddha, khususnya aliran Mahayana. Selain itu ajaran Buddha aliran Buddha
Hinayana juga turut berkembang di Sriwijaya. Nama Dharmapala dan Sakyakirti pun
tak asing lagi. Dharmapala adalah seorang guru besar agama Budha dari Kerajaan
Sriwijaya. Ia pernah mengajar agama Budha di Perguruan Tinggi Nalanda
(Benggala). Sedangkan Sakyakirti adalah guru besar juga. Ia mengarang buku Hastadandasastra.
Sangat dimungkinkan bahwa Sriwijaya yang termahsyur sebagai bandar pusat
perdagangan di Asia Tenggara, tentunya menarik minat para pedagang dan ulama
muslim dari Timur Tengah. Sehingga beberapa kerajaan yang semula merupakan
bagian dari Sriwijaya, kemudian tumbuh menjadi cikal-bakal kerajaan-kerajaan
Islam di Sumatera kelak, disaat melemahnya pengaruh Sriwijaya.
B. KERAJAAN KALINGGA
1. Kehidupan Politik
Menurut berita china, Kerajaan Holing atau Kalingga diperintah oleh seorang
wanita bernama Ratu Sima. Masa pemerintahannya dimulai sekitar tahun 674 M.
Kepemimpinan Ratu Sima sangat keras, namun adil dan bijaksana. Setiap
pelanggar diberikan sanksi tegas. Tidak peduli apakah pelanggar tersebut adalah
warga istana atau bukan. Rakyat selau tunduk dan taat pada ratu sima, begitu
juga dengan pejabat kerajaan. Oleh karena itu ketertiban dan ketentraman di
Kalingga berjalan dengan baik.
Menurut naskah Carita Parahyangan,
Ratu Sima memiliki cucu bernama Sahana yang menikah dengan Raja Brantasenawa
dari Kerajaan Galuh. Sahana memiliki anak bernama Sanjaya yang kelak menjadi
Dinasti Sanjaya. Sepeninggalan Ratu Sima, Kerajaan Kalingga ditaklukan oleh
Kerajaan Sriwijaya.
2. Kehidupan Sosial
Kehidupan sosial di Kerajaan Kalingga berjalan dengan tertib dan teratur.
Hal ini terjadi berkat kepemimpinan Ratu Sima yang tegas dan bijaksana dalam
menjalankan hukum dan pemerintahannya.
3. Kehidupan Ekonomi
Perekonomian Kerajaan Kalingga bergerak dibidang perdagangan dan pertanian.
Bagi masyarakat yang tinggal di pesisir pantai utara di jawa tengah,
perdagangan adalah matapencaharian utama mereka. Letaknya yang cukup strategis
membuat kalingga sering disinggahi ooleh para pedagang dari luar negeri.
Kalingga merupakan daerah penghasil kulit penyu, emas, perak, cula badak, dan
gading. Di Holing ada sumber air asin yang dimanfaatkan untuk membuat garam.
Hidup rakyat Holing tenteram, karena tidak ada kejahatan dan kebohongan. Berkat
kondisi itu rakyat Ho-ling sangat memperhatikan pendidikan.buktinya rakyat
ho-ling sudah mengenal tulisan,selain tulisan masyarakat Ho-ling juga telah
mengenal ilmu perbintangan dan dimanfaat dalam bercocok tanam.
Sementara itu, sebagian masyarakat yang tinggal di pedalaman yang subur,
memanfaatkan kondisi tanah yang subur tersebut untuk mengembangkan sektor
pertanian. Hasil-hasil pertanian yang diperdagangkan antara lain beras dan
minuman. Penduduk kalingga dikenal pandai membuat minuman berasal dari bunga
kelapa dan bunga aren. Minuman tesebut memiliki rasa manis dan dapat
memabukkan. Dari hasil perdagangan dan pertanian tersebut, penduduk kalingga
hidup makmur.
4. Kehidupan Agama
Dalam catatan I Tsing, pada tahun 664-667, pendeta Budha Cina bernama
Hwu-ning dengan pembantunya Yun-ki datang ke Ho-ling. Mereka bersama dengan
Joh-na po-t’o-lo menerjemahkan kitab Buddha bagian nirwana. Akan tetapi kitab
yang diterjemahkan tersebut sangat berbeda dengan Kitab Suci Budha Mahayana,
dengan demikian jelas bahwa holing bukan merupakan penganut agama Budha
Mahayana, tetapi menganut agama Budha Hinayana aliran Mulasarastiwada.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa:
1.
Kehidupan
politik kerajaan Sriwijaya ditinjau berdasarkan raja-rajanya, wilayah yang dikuasainya,
dan hubungannya dengan pihak luar negeri.
2.
Kehidupan sosial kerajaan Sriwijaya banyak dipengaruhi
oleh kebudayaan India.
3.
Perekonomian kerajaan Sriwijaya bergerak di bidang
pertanian, perdagangan, serta pelayaran. Perekonomian Sriwijaya didukung oleh
letaknya yang sangat strategis.
4.
Agama Buddha Mahayana merupakan agama yang sangat
berkembang di Sriwijaya. Bahkan Sriwijaya menjadi pusat penyebaran Buddha
Mahayana.
5.
Kehidupan politik kerajaan Kalingga berhubungan dengan
kepemimpinan Ratu Sima sebagi raja yang tegas dan bijaksana.
6.
Kehidupan sosial kerajaan Kalingga berjalan tertib dan
teratur.
7.
Perekonomian Kalingga bertumpu di bidang pertanian dan
perdagangan.
8.
Diperkirakan agama yang dianut oleh Kerajaan Kalingga
adalah Buddha Hinayana
B. SARAN
Dengan keberadaan kerajaan-kerajaan yang terlahir di Indonesia, kita harus
bisa mengapresiasi peninggalan-peninggalan yang menjadi sumber ilmu pendidikan
dari generasi ke generasi. Upaya pengapresiasian itu sendiri dapat dengan
melestarikannya, memeliharanya, dan tidak merusaknya. Jika kita dapat
berpartisipasi dalam upaya tersebut, berarti kita mengangkat derajat dan jati
diri bangsa. Dengan begitu kita dapat menanamkan rasa nasionalisme terhadap
negara Indonesia.
SUMBER
http://belasejarah.wordpress.com/2010/08/26/kerajaan-ho-ling-kalingga/
http://id.wikipedia.org/wiki/Kerajaan_Kalingga
http://rahmandiligent.blogspot.com/p/kerajaan-sriwijaya.html
http://teknikbermain.blogspot.com/2012/05/sejarah-lengkap-kerajaan-sriwijaya.html
http://wartasejarah.blogspot.com/2013/10/kerajaan-kalingga-holing.html
http://www.anneahira.com/kerajaan-kalingga.htm
http://www.kidnesia.com/Kidnesia/Archive/Sejarah-Indonesia/Zaman-Pra-Kolonial/Tahun-0-599/Sekitar-Tahun-500-Sriwijaya
http://www.sabenggo.com/2013/12/sejarah-kerajaan-kalingga.html
http://www.wacananusantara.org/kerajaan-kalingga/
0 comments:
Post a Comment