BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
1. Kerajaan Samudra Pasai
Kerajaan Samudera Pasai
merupakan Kerajaan Islam pertama di Indonesia yang terletak di sebelah utara
Perlak di daerah Lhoksumawe sekarang (pantai timur Aceh), Aceh Utara. Kerajaan
Samudera Pasai didirikan oleh Meurah Silu pada 1267 M. Pada 1267, telah berdiri
Kerajaan Islam pertama di Indonesia, yaitu kerajaan Samudera Pasai. Hal ini
juga dapat dibuktikan dengan adanya Batu nisan makam Sultan Malik Al Saleh pada
1297 sebagai Raja pertama Kerajaan Samudera Pasai.
Bukti-bukti arkeologis
yang mengarah kerajaan ini adalah dengan ditemukannya makam raja-raja Pasai di
Kampung Geudong, Aceh Utara. Makam ini terletak di dekat reruntuhan bangunan
pusat Kerajaan Samudera Pasai di Desa Beuringin, Kecamatan Samudera, sekitar 17
km sebelah timur Lhokseumawe. Di antara makam raja-raja tersebut, terdapat nama
Sultan Malik al-Saleh, Raja Pasai
pertama. Malik al-Saleh adalah nama baru Meurah Silu setelah beliau masuk Islam dan merupakan sultan Islam pertama di Indonesia. Sultan Malik Al Saleh memimpin dan berkuasa di Samudra Pasai lebih kurang 29 tahun (1297-1326 M) atau meninggal pada bulan Ramadhan tahun 696 H, yang diperkirakan bertepatan dengan tahun 1297 M. Kerajaan Samudera Pasai merupakan gabungan dari Kerajaan Pase dan Kerajaan Peurlak, dengan raja pertama Malik al-Saleh.
pertama. Malik al-Saleh adalah nama baru Meurah Silu setelah beliau masuk Islam dan merupakan sultan Islam pertama di Indonesia. Sultan Malik Al Saleh memimpin dan berkuasa di Samudra Pasai lebih kurang 29 tahun (1297-1326 M) atau meninggal pada bulan Ramadhan tahun 696 H, yang diperkirakan bertepatan dengan tahun 1297 M. Kerajaan Samudera Pasai merupakan gabungan dari Kerajaan Pase dan Kerajaan Peurlak, dengan raja pertama Malik al-Saleh.
Malik Al-Saleh yang
merupakan raja pertama merupakan pendiri kerajaan tersebut. Dapat juga
diketahui melalui tradisi Hikayat Raja-Raja Pasai, Hikayat Melayu, dan juga
hasil penelitian atas beberapa sumber yang dilakukan Sarjana-Sarjana Barat,
khususnya para sarjana Belanda, seperti Snouck Hurgronye, J.P. Molquette, J.L.
Moens, J. Hushoff Poll, G.P. Rouffaer, H.K.J. Cowan, dan lain-lain.
2. Kerajaan Aceh
Kesultanan atau
Kerajaan Aceh awal didirikan pada 1496 Masehi oleh Sultan pertama yakni Sultan
Ali Mughayat Syah. Pada mulanya Kerajaan Aceh berdiri di wilayah Kerajaan
Lamuri, namun kemudian upaya ekspansi dan perluasan wilayah membuat Kerajaan
Aceh berhasil menguasi daerah-daerah lain di sekitarnya termasuk wilayah Pasai.
Sepeninggal Sultan Ali
Mughayat Syah, berturut-turut tampuk kepemimpinan kerajaan diserahkan secara
turun-temurun sesuai dengan garis keturunan, yakni Sultan Salahuddin, Sultan
Alauddin Riayat Syah hingga berakhir pada masa kepemimpinan Sultan Alaudin
Muhammad Daud Syah di tahun 1903.
Masa-masa kejayaan
dirasakan oleh Kerajaan Aceh saat dipimpin oleh Sultan Iskandar Muda yang
memimpin Aceh sejak tahun 1607 hingga 1636 Masehi. Terdapat banyak sekali
pencapaian yang berhasil diraihnya, di antaranya berhasil mengusir penjajah
Portugis yang ingin mengusai Aceh dari Selat Malaka, melakukan ekspansi dan perluasan
wilayah kerajaan hingga mencakup Pulau Sumatra, Jawa dan juga Kalimantan,
menguatkan hubungan politik dan perdagangan dengan berbagai bangsa dan kerajaan
yang berlayar di Lautan Hindia.
Kekuatan Kerajaan Aceh
juga didukung oleh kekuatan militer yang selama ini selalu dibangun, seperti
yang terlihat ketika Kerajaan Aceh berhasil memukul mundur pasukan Portugis,
kala itu Kerajaan Aceh mengerahkan sekitar 500 kapal induk untuk melakukan
penyerangan di sekitar Selat Malaka. Dari kekuatan armada perang yang dimiliki
saat itu, sudah bisa tergambarkan bahwa Kerajaan Aceh bukanlah kerajaan kecil
namun kerajaan yang cukup memiliki pengaruh dan kekuatan di nusantara.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar
belakang di atas, penyusun ingin mengetahui:
1.
Bagaimana
kehidupan politik masyarakat kerajaan Samudra Pasai dan Aceh?
2.
Bagaimana
kehidupan sosial budaya kerajaan Samudra Pasai dan Aceh?
3.
Bagaimana
kehidupan ekonomi masyarakat kerajaan Samudra Pasai dan Aceh?
4.
Bagaimana
kehidupan agama masyarakat kerajaan Samudra Pasai dan Aceh?
C. TUJUAN
Laporan ini dibuat bertujuan untuk memenuhi tugas Sejarah serta
1.
Memahami
kehidupan politik masyarakat kerajaan Samudra Pasai dan Aceh.
2.
Memahami kehidupan sosial budaya masyarakat kerajaan Samudra Pasai dan Aceh.
3.
Memahami kehidupan ekonomi masyarakat kerajaan Samudra Pasai dan Aceh.
4.
Memahami kehidupan agama masyarakat kerajaan Samudra Pasai dan Aceh.
BAB II
PEMBAHASAN
A. KERAJAAN SAMUDRA PASAI
1. Kehidupan Politik
Kapan
waktu tepat berdirinya Kerajaan Samudera Pasai memang belum dapat disimpulkan,
mengingat adanya berbagai teori yang membahas tahap masuknya Islam di
Indonesia.
Akan
tetapi, berdasarkan bukti-bukti yang diperoleh dari para ahli yang didapat dari
hasil analisis berbagai macam teori di atas, para peneliti mendapat bukti yang
menunjukkan perkembangan kekuasaan kesultanan Samudera Pasai pada saat itu, di
antaranya bahwa Nazimuddin al Kamil adalah pendiri Kerajaan Samudera Pasai.
Beliau
seorang laksamana laut yang berasal dari Mesir dan pada tahun 1238 mendapatkan
perintah untuk melakukan perebutan pelabuhan Kambayat di Gujarat yang saat itu
menjadi pusat pemasaran barang-barang perdagangan dari timur.
Nazimuddin
al Kamil juga mendirikan sebuah kerajaan di Pulau Sumatra bagian utara dengan
tujuan utama untuk mempermudah dalam menguasai hasil perdagangan rempah-rempah.
Nazimuddin al Kamil meletakkan dasar-dasar pemerintahan Kerajaan Samudera Pasai
berlandaskan hukum ajaran Islam.
Di
bawah pemerintahan beliau, kerajaan ini mengalami perkembangan yang pesat dan
mencapai puncak kejayaannya, walaupun secara politis kerajaan ini masih berada
di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit yang saat itu menjadi kerajaan terbesar.
Sultan
Malik al Saleh melanjutkan tonggak pemerintahan Nazimuddin al Kamil mulai
1285-1297 M. Diketahui bahwa Sultan Malik al Saleh berubah mahzab dari aliran
Syi’ah menjadi aliran penganut mahzab Syafi’i.
Dalam
masa pemerintahan beliau, pernikahannya dengan Putri Ganggang Sari turut
menjadi faktor yang membuat kedudukan kerajaan ini lebih kuat di wilayah timur
sehingga Kerajaan Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan di Selat Malaka.
Perkembangan
Kerajaan Samudera Pasai jika ditinjau dari segi peta politik, yang mana
diketahui bahwa kemunculan Kerajaan Samudera Pasai muncul pada abad 13 M itu
sejalan dengan mundurnya peranan maritim Kerajaan Sriwijaya, yang sebelumnya
memegang peranan penting di kawasan Sumatera dan sekelilingnya. Dalam Hikayat
Raja-raja Pasai disebutkan gelar Malik al-Saleh sebelum menjadi raja adalah
Merah Sile atau Merah Selu.
Beliau
masuk Islam berkat pertemuannya dengan Syaikh Ismail, seorang utusan Syarif
Mekkah, yang kemudian memberinya gelar Sultan Malik al-Saleh. Nisan kubur itu
didapatkan di Gampong Samudera bekas kerajaan Samudera Pasai tersebut. Merah
Selu adalah Putra Merah Gajah. Nama Merah merupakan gelar bangsawan yang lazim
di Sumatera Utara. Selu kemungkinan berasal dari kata Sungkala yang aslinya
berasal dari Sanskrit Chula. Kepemimpinan yang menonjol menempatkan dirinya
menjadi raja. Merah Silu yang semula menganut aliran Syiah berubah menjadi
aliran Syafi’i. Sultan Malikul Saleh digantikan oleh putranya yang bernama
Sultan Malikul Zahir, sedangkan putra keduanya yang bernama Sultan Malikul
Mansur memisahkan diri dan kembali menganut aliran Syiah.
Dari
hikayat itu, terdapat petunjuk bahwa tempat pertama sebagai pusat Kerajaan
Samudera Pasai adalah Muara Sungai Peusangan, sebuah sungai yang cukup panjang
dan lebar di sepanjang jalur pantai yang memudahkan perahu-perahu dan
kapal-kapal mengayuhkan dayungnya ke pedalaman dan sebaliknya. Ada dua kota
yang terletak berseberangan di muara sungai Peusangan itu, yaitu Pasai dan
Samudera. Kota Samudera terletak agak lebih ke pedalaman, sedangkan kota Pasai
terletak lebih ke muara. Di tempat terakhir inilah terletak beberapa Makam
raja-raja. Adapun raja-raja yang pernah memerintah di Kerajaan Samudera Pasai
sebagai berikut:
a.
Sultan Malik al-Salih (1267-1297)
b.
Sultan Muhammad Zahir Malikul
c.
Sultan Mahmud Malikul
d.
Sultan Mansur Malikul
e.
Sultan Ahmad Malik Az-Zahir (1346-1383)
f.
Zain Al-Abidin Sultan Malik Az-Zahir
(1383-1405)
g.
Sultanah Nahrasiyah or Sultanah
Nahrisyyah (1420-1428)
h.
Sultan Sallah Ad-Din (1402)
i.
Sultan Abu Zaid Malik Az-Zahir 1455)
j.
Sultan Mahmud Malik Az-Zahir (1455-1477)
k.
Sultan Zain Al-Abidin (1477-1500)
l.
Sultan Abdullah Malik Az-Zahir
(1501-1513)
m.
Sultan Zain Al-Abidin (1513-1524)
Berikut merupakan silsilah kerajaan
Samudra Pasai
2. Kehidupan Sosial Budaya
Dari sisi kehidupan sosial budaya, masyarakat Pasai
mempunyai kemiripan dengan pola kehidupan sosial budaya yang ada di Malaka
(Malaysia). Kemiripan tersebut dapat kita lihat dari aspek bahasa yang
digunakan dalam kehidupan bersosial. Tidak heran, jika selanjutnya bahasa yang
digunakan di masyarakat Pasai adalah bahasa Melayu.
Sementara dalam aspek kehidupan sosial budaya,
masyarakat Pasai juga mempunyai kemiripan dengan pola kehidupan sosial budaya
masyarakat Malaka. Ketika terjadi kelahiran anak, maka selalu diadakan upacara
kelahiran anak dan prosesi dan segala hal terkait dengan upacara tersebut.
Demikian juga ketika masyarakat mempunyai hajat
mengadakan pesta perkawinan, maka adat dan budaya yang mereka terapkan ada satu
kemiripan dengan pesta yang diterapkan di Malaka. Ketika ada anggota masyarakat
yang meninggal dunia, maka upacara kematian yang mereka selenggarakan identik
dengan upacara yang dilaksanakan di Malaka.
Kemiripan inilah yang menyebabkan masyarakat Pasai
dan masyarakat Malaka hubungannya dekat. Pada sisi lainnya, kemiripan yang
terjadi di antara mereka sangat mempermudah penerimaan agama Islam di Malaka.
Selanjutnya, keakraban di antara masyarakat Pasai
dan Malaka semakin terbina ketika hubungan tersebut dipererat dengan adanya
pernikahan antara putri kerajaan Pasai dengan Raja Malaka.
Karena termasuk kerajaan Islam, maka gaya hidup dan
keadaan sosial masyarakatnya pun kental dengan nilai-nilai Islam. Hukum yang
dijalankan di kerajaan ini adalah hukum Islam. Pada pelaksanaannya, ditemukan
banyak kemiripan antara kehidupan di sini dengan kehidupan masyarakat di Mesir
maupun Arab.
Dugaan yang muncul yang menjelaskan mengapa fenomena
ini dapat terjadi adalah karena pemimpin sekaligus pendiri Kerajaan Samudera
Pasai yang pertama, Nazimuddin al Kamil berasal dari wilayah Mesir. Daerah Aceh
mendapatkan julukan serambi Mekah karena sistem kehidupan yang ada di sana,
terutama kehidupan sosialnya banyak ditemukan persamaan dengan sistem kehidupan
yang ada di daerah Arab.
Peninggalan budaya dari kerajaan ini tidak banyak
ditemukan, mengingat Kerajaan Samudera Pasai memiliki masyarakat yang banyak
terjun ke dunia maritim. Walaupun banyak ditemukan bukti-bukti yang memperkuat
adanya kerajaan yang berdiri di sana, namun bukti tersebut tidak semuanya
berasal dari Kerajaan Samudera Pasai.
Selain penemuan makam-makam raja yang pernah menjadi
pemimpin di Samudera Pasai, tidak ditemukan lagi bukti lain yang menunjukkan
perkembangan seni budaya masyarakatnya.
3. Kehidupan Ekonomi
Menurunnya peranan Kerajaan
Sriwijaya di Selat Malaka bersamaan dengan berdirinya Kerajaan Samudera Pasai.
Di bawah kekuasaan Samudera Pasai, jalur perdagangan di Selat Malaka berkembang
pesat. Banyak pedagang-pedagang dari Arab, Persia dan Gujarat yang berlabuh di
Pidie, Perlak, dan Pasai. Pada masa raja Hayam Wuruk berkuasa, Samudera Pasai
berada di bawah kendali Majapahit. Walau demikian Samudera Pasai diberi
keleluasan untuk tetap menguasai perdagangan di Selat Malaka. Belakangan
diketahui bahwa sebagian wilayah dari Kerajaan Majapahit sudah memeluk agama
Islam.
Karena letak Kerajaan Pasai
pada aliran lembah sungai membuat tanah pertanian subur, padi yang ditanami
penduduk Kerajaan Islam Pasai pada abad ke-14 dapat dipanen dua kali setahun,
berikutnya kerajaan ini bertambah makmur dengan dimasukkannya bibit tanaman
lada dari Malabar. Selain hasil pertanian yang melimpah ruah di dataran rendah,
di dataran tinggi (daerah Pedalaman juga menghasilkan berbagai hasil hutan yang
di angkut ke daerah pantai melalui sungai. Hubungan perdagangan penduduk
pesisir dengan penduduk pedalaman adalah dengan sistem barter.
Karena letaknya yang strategis,
di Selat Malaka, di tengah jalur perdagangan India, Gujarat, Arab, dan Cina,
Pasai dengan cepat berkembang menjadi besar. Sebagai kerajaan maritim, Pasai
menggantungkan perekonomiannya dari pelayaran dan perdagangan. Kerajaan
Samudera Pasai juga mempersiapkan bandar-bandarnya untuk melakukan hal-hal
berikut.
a. Penambahan perbekalan untuk pelayaran selanjutnya.
b. Pengurusan masalah yang berkaitan dengan perkapalan.
c. Pengumpulan barang-barang yang akan diekspor.
d. Penyimpanan barang dagangan sebelum didistribusikan
di wilayah Indonesia.
Namun, karena faktor inilah kerajaan-kerajaan lain
menjadi merasa tersaingi sehingga Kerajaan Samudera Pasai selalu menjadi
incaran dan menjadi pusat perhatian. Letaknya
yang strategis di Selat Malaka membuat kerajaan ini menjadi penghubung antara
pusat-pusat dagang di Nusantara dengan Asia Barat, India, dan Cina. Salah satu
sumber penghasilan kerajaan ini adalah pajak yang dikenakan pada kapal dagang
yang melewati wilayah perairannya.Kerajaan Samudera Pasai pun lambat laun runtuh
karena jatuh ke Kerajaan Malaka sehingga pusat perdagangannya dipindahkan ke
Bandar Malaka.
Berdasarkan catatan Ma Huan
yang singgah di Pasai pada 1404, meskipun kejayaan Kerajaan Samudera Pasai
mulai menurun seiring munculnya Kerajaan Aceh dan Malaka, namun negeri Pasai
ini masih cukup makmur. Ma Huan adalah seorang musafir yang mengikuti pelayaran
Laksamana Cheng Ho, pelaut Cina yang muslim, menuju Asia Tenggara (termasuk ke
Jawa).
Satu hal yang perlu kita pahami bahwa Kerajaan Pasai
adalah menggarap aspek perdagangan sebagai sumber mata pencaharian negara.
Bahkan, Kota Pasai adalah kota dagang. Perdagangan yang dilakukan di Kerajaan
Pasai mengandalkan lada sebagai barang dagangan yang paling diandalkan.
Di Kota Pasai ini, harga lada sudah sangat tinggi,
100 kati dibayar dengan perak seharga 1 tahil. Untuk lebih dipercaya, maka
kesultanan menggunakan koin emas sebagai alat jual beli atau transaksi. Mata
uang seperti ini disebut dengan dirham atau deureuham yang dibuat dari emas.
Emas untuk mata uang ini adalah emas dengan kadar
70% murni dengan berat sekitar 0,60 gram. Koin emas ini dibuat dalam ukuran
diameter 10 mm, dan mutu emasnya adalah 17 karat.
Selain perdagangan, masyarakat Pasai juga menggeluti
bidang pertanian. Padi mereka tanam di tanah ladang yang mampu dipanen selama
dua kali dalam setahun. Di bidang peternakan, masyarakat juga memelihara sapi
perah. Dari sapi perah ini, mereka mendapatkan keju setelah melakukan proses terhadap
susu hasil pemerahan sapinya.
4. Kehidupan Agama
Sebenarnya, jika kita telaah pola kehidupan masyarakat
dan diorientasikan pada religiusitasnya, maka mayoritas Islam adalah agama yang
mereka anut. Mereka menganut agama Islam sebagai agama negara, tetapi sisa-sisa
pengaruh kerajaan Majapahit yang pernah menguasai atau mengalahkannya masih
ada.
Oleh karena itu, kehidupan beragama masyarakatnya masih
turut mewarnainya. Beberapa elemen masyarakat masih ada yang beragama Hindu dan
juga Budha.
Bahkan, karena orientasi kehidupan beragama
masyarakatnya, maka kerajaan ini dijadikan sebagai pintu gerbang kehidupan
beragama Islam di Indonesia. Kerajaan ini adalah kerajaan Islam pertama di
Indonesia. Tidak sekadar karena letak geografisnya yang diujung pulau Sumatera,
lantas kerajaan ini dianggap sebagai pintu gerbang masuknya agama Islam ke
Indonesia.
Pada saat itulah, banyak sekali Syech yang datang ke
wilayah ini terlebih dahulu sebelum kemudian menyebar ke wilayah-wilayah
Indonesia lainnya. Keberadaan kerajaan ini memang sangat penting terkait dengan proses
penyebaran agama Islam.
5. Kehancuran
Kehancuran kerajaan terjadi akibat adanya perang
saudara. Perang saudara ini diawali dengan pertikaian-pertikaian di antara
keluarga kerajaan. Ini merupakan tanda-tanda kehancuran kerajaan Pasai.
Pertikaian-pertikaian tersebut menumbuhkan
pemberontakan terhadap raja yang berkuasa. Karena merasa tidak mampu menghadapi
pemberontakan, maka Sultan Pasai meminta tolong Sultan Malaka untuk memberangus
pemberontakan tersebut.
Pada tahun 1521, Kesultanan Pasai akhirnya harus
runtuh dan takluk pada Portugal yang telah menguasai Malaka terlebh dahulu.
Pada tahun 1524, wilayah kerajaan Pasai menyatu dengan Kesultanan Aceh.
Maka, sejak saat itulah, kita kehilangan Kerajaan
Islam yang kita kenal dengan nama Samudera Pasai dengan segala kebanggaan atas pencapaian
kondisi kehidupan masyarakatnya.
Hal ini sangat membuktikan bahwa kehancuran sebuah
negara dapat terjadi, jika di dalam negara tersebut sudah tidak ada lagi
kebersamaan. Ketika tidak ada lagi kesesuaian visi dan mengapungnya egoisme
diri, maka pada saat itulah indikasi kehancuran sudah ada di ambang diri.
Ini merupakan peringatan bagi kita bahwa untuk
menjaga kebersamaan dan kesatuan merupakan hal yang sangat sulit. Tetapi, jika
kita berhasil menjaga, maka kesolidan akan menjadikan kita mencapai kondisi
puncak.
b.
Nisan Sultas
Malik Al Saleh
|
|
c.
Masjid Sultan
Muhammad Zahir Malikul
|
|
6. Peninggalan
B. KERAJAAN ACEH
1. Kehidupan Politik
Aceh cepat tumbuh menjadi kerajaan
besar karena didukung oleh beberapa faktor sebagai berikut.
a.
Letak ibu kota Aceh yang sangat
strategis yaitu di pintu gerbang pelayaran dari lndia dan Timur Tengah yang
akan ke Malaka, Cina, atau ke Jawa.
b.
Pelabuhan Aceh (Olele) memiliki
persyaratan yang baik sebagai pelabuhan dagang.
c.
Daerah Aceh kaya dengan tanaman lada yang
merupakan dagangan ekspor yang penting.
d.
Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis
menyebabkan pedagang lslam banyak yang singgah ke Aceh, apalagi setelah jalur
pelayaran beralih melalui sepanjang pantai Barat Sumatra.
Corak pemerintahan Aceh adalah
pemerintahan sipil dan pemerintahan atas dasar agama.
a.
Pemerintahan sipil dipimpin oleh kaum
bangsawan. Setiap kampung (gampong) dipimpin oleh seorang ulebalang. Beberapa
gampong digabung menjadi sagi yang dipimpin oleh seorang panglima sagi. Kaum
bangsawan yang mernegang kekuasaan sipil disebut teuku.
b.
Pemerintahan atas dasar agama, yang
dilakukan dengan menyatukan beberapa ganpong dengan sebuah masjid yang disebut
mukim. Kepala tiap-tiap mukim disebut imam. Kaum ulama yang berkuasa dalam
bidang keagamaan disebut teuku.
Raja-raja yang pernah
memerintah Kerajaan Aceh sebagai berikut
a.
Sultan Ali Mughayat Syah
Raja pertama ini memerintah
Kerajaan Aceh pada tahun 1514-1528 M. Di bawah kepemimpinannya, ia melakukan
beberapa penyerangan seperti pada saat Portugis menduduki Malaka dan
penyerangan terhadap Kerajaan Aru yang terletak di Pantai Timur Sumatra Utara.
Kerajaan Aceh juga membentangkan sayap kekuasaannya pada waktu itu hingga ke
wilayah Pasai dan Daya di Sumatra Utara.
b.
Sultan Salahuddin
Putra dari Sultan Ali Mughayat Syah
ini otomatis menggantikan kedudukan sang ayah ketika beliau wafat. Ia mulai
memimpin sejak tahun 1528-1537 M. Pada masa kepemimpinannya, kejayaan Kerajaan
Aceh mulai menurun. Sultan Salahuddin tidak memiliki strategi mempertahankan
kejayaan dan hanya duduk di tahtanya saja. Oleh karena itu, serta merta ia
digantikan oleh saudaranya, Sultan Alauddin Riayat Syah Al-Kahar.
c.
Sultan Alauddin Riayat Syah Al-Kahar
Sultan Alauddin Riayat Syah
Al-Kahar memerintah tahun 1537-1568 M. Perombakan demi perombakan dilakukannya
demi mengembalikan kejayaan Kerajaan Aceh seperti semula, bahkan lebih hebat.
Perombakan di pemerintahan menjadi titik beratnya. Karena, pemerintahan yang
baik akan membantunya menjalankan kepemimpinannya.
Sultan Alauddin berusaha melakukan
perluasan kekuasaan dengan menyerang Kerajaan Malaka namun usaha ini gagal.
Selanjutnya, ia mendapat hadiah dengan berhasil ditaklukkannya wilayah Kerajaan
Aru. Sepeninggal Sultan Alauddin Syah, Kerajaan Aceh berangsur-angsur mengalami
masa suramnya.
Perebutan kekuasaan dan
pemberontakan kerap terjadi di Kerajaan Aceh. Beruntung, datang seorang Sultan
Iskandar Muda yang meredam gejolak di Tanah Rencong.
d.
Sultan Iskandar Muda
Masa kerajaan aceh atau yang biasa
lebih dikenal dengan Kesultanan Aceh mengalami kemajuan dan kemunduran.
Kesultanan Aceh mengalami masa keemasan atau kejayaan pada masa Iskandar Muda.
Wilayah Aceh sangat luas hingga penjajah portugis saja berhasil diusir dan
tidak bisa masuk ke dalam wilayah Aceh.
Masa Sultan Iskandar Muda adalah
masa kejayaan kerajaan atau Kesultanan Aceh. Negeri Acehini amat kaya dan
makmur pada waktu Sultan Iskandar Muda memimpin Kesultanan Aceh. Wilayah yang
dikuasaianya pun sangat luas. Wilayah tersebut meliputi pesisir barat
Minangkabau, Sumatera Timur, hingga Perak di Semenanjung Malaysia.
Tradisi yang dipegang oleh Sultan
Iskandar Muda adalah tradisi militer sehingga Aceh menjadi Kesultanan terkuat
pada waktu itu. Tidak dapat dipungkiri bahwa Kerajaan atau Kesultanan Aceh
adalah negara yang mampu menguasai selat Malaka.
Selat Malaka merupakan wilayah
penting perdagangan dunia. Tidak hanya perdagangan nusantara tetapi sudah
mencapai tingkat internasional. Dengan menguasainya berarti kedudukan
Kesultanan Aceh menjadi sangat menguntungkan.
Pada saat kepemimpinan Sultan Iskandar
Muda, beliau menikah dengan seorang putri yang berasal dari Kesultanan Pahang.
Saat ini, Kesultanan Pahang merupakan negara bagian yang masuk ke dalam wilayah
negara Malaysia.
Putri yang berasal dari Kesultanan
Pahang tersebut bernama Putroe Phang. Dikabarkan bahwa Sultan Iskandar Muda
sangat mencintai istrinya tersebut. Cinta yang terlalu dalam tersebut mampu
membuat seorang lelaki berbuat apa saja untuk menyenangkan wanita yang
dicintainya tersebut.
Sultan Iskandar Muda membangunkan
sebuah taman yang menyerupai kampung halaman sang putri. Semua itu dilakukan
oleh Sultan Iskandar Muda agar sang Putri tidak terlalu rindu akan kampung
halamannya. Hingga sekarang taman itu masih bisa dikunjungi yang merupakan
saksi sejarah percintaan dua insan manusia.
e.
Sultan Iskandar Thani
Sultan
Iskandar Thani memimpin Kerajaan Aceh di Indonesia pada tahun 1636-1641 M.
Selama menjalankan pemerintahan, ia meneruskan cara Sultan Iskandar Muda dalam
memimpin. Pada masa pemerintahannya ini, lahirlah seorang ulama besar yang
sangat dihormati oleh masyarakat Aceh dan keluarga sultan khususnya yang
bernama Nuruddin Ar-Raniri.
Buku
berjudul Bustanussalatin yang berisi sejarah tentang Aceh tercipta dari
tangannya. Buku ini menjadi referensi banyak sejarawan sepanjang masa. Sepeninggal
Sultan Iskandar Thani, kepemimpinan Kerajaan Aceh digantikan oleh putri Sultan
Iskandar Muda. Gelar wanita adalah Putri Sri Alam Permaisuri. Ia mulai memimpin
Kerajaan Aceh sejak tahun 1641 M sampai 1675 M.
Kerajaan
Aceh termasuk dalam wilayah yang cukup subur. Tidak heran jika perekonomian
Aceh berkembang sangat cepat. Lada merupakan hasil pertanian yang terbilang
cukup sukses menyokong kerajaan dan masyarakat luas.
Keberhasilan
dalam meluaskan wilayah kekuasaan menambah daftar pasokan lada yang cukup
berlimpah, sehingga banyak bangsa barat dan bangsa-bangsa lain seperti Arab,
Turki, Persia, Cina, India, dan Jepang yang ingin membina hubungan dagang
dengan Aceh.
Pantai
Timur dan Barat Sumatra menyumbang cukup banyak lada yang memungkinkan Aceh mengekspornya
hingga ke mancanegara. Sementara, Aceh mengimpor barang-barang kebutuhan
sekunder dan tertier seperti sutera porselen dari Cina dan Jepang, minyak wangi
dari Timur Tengah dan Eropa, serta kain dari India.
Karena
kepesatan dalam perekonomian dan pemerintahan yang kental dalam agama,
melahirkan sistem feodalisme dan agama Islam di Kerajaan Aceh. Bermunculanlah
kaum alim ulama yang termasuk dalam golongan Tengku dan golongan kaum bangsawan
yang termasuk dalam golongan Teuku.
Kerajaan
Aceh di Indonesia mulai mengalami kemunduran sepeninggal Sultan Iskandar Thani.
Kemunduran ini terjadi atas beberapa penyebab, seperti perebutan kekuasaan
antara pewaris tahta kerajaan, makin meluasnya kekuasaan Belanda di Sumatra dan
Selat Malaka, serta runtuhnya Minangkabau, Tapanuli, Siak, Mandailing,
Bengkulu, dan Deli oleh penjajah Belanda.
Pada
tahun 1824, Traktat London ditandatangani. Traktat ini menjelaskan tentang
penyerahan kekuasaan kepada Belanda dalam menguasai kawasan Inggris di Sumatra.
Dan, Belanda akan memberikan segala bentuk kekuasaan perdagangannya di India
dengan tidak menandingi Inggris dalam menguasai Singapura. Trakta ini tentu
menyulitkan Kerajaan Aceh dalam bergerak sehingga kemunduran pun ditemuinya
2. Kehidupan Sosial Budaya
Struktur sosial masyarakat
Kerajaan Aceh terdiri atas golongan-golongan, yaitu golongan teuku (kaum
bangsawan yang memegang kekuasaan pemerintahan sipil), golongan teungku (kaum
utama yang memegang peranan penting dalam keagamaan), Hulubalang atau Ulebalarg
(para prajurit) dan rakyat biasa. Antara golongan teuku dan teungku sering
terjadi persaingan yang kemudian melemahkan Aceh.
Aceh sering disebut sebagai Negeri Serambi Mekah,
karena Islam masuk pertama kali ke Indonesia melalui kawasan paling barat pulau
Sumatera ini. Orang Aceh mayoritas beragama Islam dan kehidupan mereka
sehari-hari sangat dipengaruhi oleh ajaran Islam ini. Oleh sebab itu, para
ulama merupakan salah satu sendi kehidupan masyarakat Aceh. Pengaruh Islam yang
sangat kuat juga tampak dalam aspek bahasa dan sastra Aceh. Peninggalan Islam
di Nusantara banyak di antaranya yang berasal dari Aceh, seperti
Bustanussalatin dan Tibyan fi Ma‘rifatil Adyan karangan Nuruddin ar-Raniri pada
awal abad ke-17 ; Kitab Tarjuman al-Mustafid yang merupakan tafsir Al Quran
Melayu pertama karya Shaikh Abdurrauf Singkel tahun 1670-an; dan Tajussalatin
karya Hamzah Fansuri. Ini bukti bahwa Aceh sangat berperan dalam pembentukan
tradisi intelektual Islam di Nusantara. Karya sastra lainnya, seperti Hikayat
Prang Sabi, Hikayat Malem Diwa, Syair Hamzah Fansuri, Hikayat Raja-Raja Pasai,
Sejarah Melayu, merupakan bukti lain kuatnya pengaruh Islam dalam kehidupan
masyarakat Aceh.
3. Kehidupan Ekonomi
Dalam masa kejayaannya,
perekonomian Aceh berkembang pesat. Daerahnya yang subur banyak menghasilkan
lada. Kekuasaan Aceh atas daerah-daerah pantai Timur dan Barat Sumatera
menambah jumlah ekspor ladanya. Penguasaan Aceh atas beberapa daerah di
Semenanjung Malaka menyebabkan bertambahnya bahan ekspor penting seperti timah
dan lada yang dihasilkan di daerah itu.
4. Kehidupan Agama
Sebagian
besar masyarakat Aceh beragama Islam. Oleh karena itu, kehidupan social
masyarakatnya diatur menurut hokum Islam. Golongan ulama menjadi peranan
penting dalam masyarakat. Mereka menjadi pemimpin agama dan penasihat
pemerintah. Pemerintah Aceh sangat memperhatikan pendidikan Agama Islam. Pada
saat itu terdapat lembaga-lembaga negara yang bertugas dalam bidang pendidikan
dan ilmu pengetahuan yaitu:
a.
Balai Seutia Hukama, merupakan lembaga
ilmu pengetahuan, tempat berkumpulnya para ulama, ahli pikir dan cendikiawan
untuk membahas dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
b.
Balai Seutia Ulama, merupakan jawatan
pendidikan yang bertugas mengurus masalah-masalah pendidikan dan pengajaran.
c.
Balai Jama’ah Himpunan Ulama, merupakan
kelompok studi tempat para ulama dan sarjana berkumpul untuk bertukar fikiran
membahas persoalan pendidikan dan ilmu pendidikannya.
Adapun
jenjang pendidikan yang ada adalah sebagai berikut :
a.
Meunasah (Madrasah), Terdapat disetiap
kampung, berfungsi sebagai sekolah dasar.
b.
Rangkang, merupakan masjid sebagai
tempat berbagai aktifitas umat termasuk pendidikan (setingkat Madrasah
tsanawiyah)
d.
Dayah, Terdapat disetiap daerah
ulebalang dan terkadang berpusat di masjid, dapat disamakan dengan Madrasah
Aliyah sekarang.
e.
Dayah Teuku Cik, Dapat disamakan dengan
Perguruan Tinggi atau akademi.
Salah
satu tokoh pendidikan agama Islam yang berada di kerajaan Aceh adalah Hamzah
Fansuri. Ia merupakan seorang pujangga dan guru agama yang terkenal dengan
ajaran tasawuf yang beraliran wujudiyah. Diantara karya-karya Hamzah Fansuri
adalah Asrar Al-Aufin, Syarab Al-Asyikin, dan Zuiat Al-Nuwahidin.
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan
bahwa:
1.
Kehidupan politik masyarakat kerajaan
Samudra Pasai dan Aceh dipimpin oleh seorang sultan Diana tahtanya mengalir
secara turun menurun. Masa kejayaan Samudra Pasai terjadi pada masa
pemerintahan Nazimuddin al Kamil. Sedangkan masa kejayaan Kerajaan Aceh dicapai pada masa
pemerintahan Sultan Iskandar Muda.
2.
Kehidupan sosial budaya masyarakat kerajaan
Samudra Pasai dan Aceh terpengaruh dari budaya Arab dan menggunakan tingkatan
sosial seperti : tengku, teuku, ulubalang dan sebagainya.
3.
Memahami kehidupan ekonomi masyarakat kerajaan
Samudra Pasai dan Aceh bertumpu pada bidang perdagangan dan pelayaran dimana
lada menjadi komoditas utamanya dan tempat yang strategis menjadikan kedua
kerajaan ini memiliki keuntungan tersendiri.
4.
Kehidupan agama masyarakat kerajaan
Samudra Pasai dan Aceh ditata dengan hukum Islam karena mayoritas penduduknya
merupakan penganut agama Islam.
B. SARAN
Dengan keberadaan kerajaan-kerajaan yang terlahir di Indonesia, kita harus
bisa mengapresiasi peninggalan-peninggalan yang menjadi sumber ilmu pendidikan
dari generasi ke generasi. Upaya pengapresiasian itu sendiri dapat dengan
melestarikannya, memeliharanya, dan tidak merusaknya. Jika kita dapat
berpartisipasi dalam upaya tersebut, berarti kita mengangkat derajat dan jati
diri bangsa. Dengan begitu kita dapat menanamkan rasa nasionalisme terhadap
negara Indonesia.
SUMBER
http://www.anneahira.com/samudera-pasai.htm
http://www.anneahira.com/kerajaan-samudra-pasai.htm
http://www.anneahira.com/kesultanan-samudera-pasai.htm
http://www.bimbie.com/kerajaan-samudra-pasai.htm
http://www.anneahira.com/kerajaan-aceh-di-indonesia.htm
http://www.anneahira.com/kesultanan-aceh.htm
http://www.anneahira.com/kerajaan-aceh.htm
http://sejarah.mongosilakan.net/?p=98
http://isra28blog.blogspot.com/2013/12/letak-kehidupan-politik-ekonomi-sosial.html
Terimakasih Lailameika atas informasinya
ReplyDelete#SMANCOMAL XI IPS 2
Terima Kasih atas informasinya, saya terbantu untuk mengerjakan tugas .
ReplyDelete" SMA N 1COMAL KELAS XI IPS 1 "
Makasih min, sangat membantu sekali. Tinggal edit2^^
ReplyDeleteTerimakasih, sangat bermanfaat
ReplyDeletethanks ka, sangat bermanfaat..
ReplyDeleteSMAN 6 BJM > X IPS 1
Hohoh
DeleteBanyak amat
ReplyDeleteGOOD ;)
ReplyDeleteGOOD :)
ReplyDeletemakalahnya bagus, :)
ReplyDeleteKerja bagus
ReplyDeletemakasih ka,aku pake buat tugas ya~
ReplyDelete